Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

1 Tahun N. Riantiarno: Peluncuran Buku "The Cockroach Trylogy", Menulis, dan Menulis, ...

22 Januari 2024   13:28 Diperbarui: 22 Januari 2024   18:00 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Talkshow dalam peluncuran Buku "The Cockroach Trylogy"  Zen Hae (Yayasan Lontar), Rantna Riantiarno, dan Idrus Madani (Teater Koma) di Teater Besar TI

Dari seluruh rangkaian acara Peringatan 1 tahun Mas Nano, saya juga mencatat ada pesan Mas Nano yang wajib disimak oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia khususnya, dan masyarakat dunia pada umumnya. Pesan itu adalah tentang "Menulis". Khusus untuk pemerintah dan masyarakat Indonesia, pesan terkait menulis ini sangat signifikan dengan kondisi pendidikan sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Menulis yang merupakan bagian dari kemampuan literasi, sesuai hasil hasil studi PISA 2022, masih terus tercecer dari negara lain. Tercecernya kemampuan literasi ini, juga beriringan dengan tercecernya kemampuan metematika dan sains siswa Indonesia.

Pesan tentang menulis ini, disampaikan oleh Mas Nano dalam monolog "Pulang" yang kembali ditayangkan di panggung Teater Besar di 1 tahun Peringatan Mas Nano. Bahkan, di akhir monolog, Mas Nano menyebut kata "menulis" berulang-ulang, sampai enam kali, hingga monolog usai. Sungguh pesan yang dapat ditafsirkan dan dimaknai dalam arti berbagai-bagai. Namun, yang pasti, secara alami dan ilmiah, menulis, sejatinya menunjukan kompetensi seseorang selama menempuh dan berproses di dalam kehidupan di dunia. Kawan akrab dari menulis ini adalah berbicara, jadi seseorang yang kompeten dalam berbicara dan menulis, sesuai bidang dan keahliannya, di situlah seseorang memiliki harga sebagai manusia yang dilahirkan ke dunia ini.

Menulis, juga berbicara, adalah paket dari keterampilan berbahasa, bagian dari kompetensi literasi. Secara ilmiah, alami, dan ilmu agama, paket keterampilan berbahasa berurutan sesuai kodrat manusia saat lahir ke dunia, mulai dari bayi. Saat bayi lahir, sebab sebelum lahir, bayi sudah akrab dengan kondisi kehangatan di rahim ibu, maka begitu bayi lahir, dalam seperkian detik, melalui indra pendengaran dan indra perasa, bayi langung merasakan situasi dan kondisi yang berbeda dengan keadaan di rahim ibu, maka tanda bahwa bayi lahir normal dan mampu mendengar adalah suara tangisan. Suara tangisan adalah akibat dari indra pendengaran dan indra perasa yang berfungsi normal pada bayi. Suara tangisan adalah simbol dari berbicara.

Secara kodrat, mendengar adalah keterampilan berbahasa yang dimiliki oleh bayi tanpa perlu melalui proses pendidikan. Begitu pun berbicara. Berikutnya, saat mata bayi mulai dapat terbuka, maka bayi akan melihat, melirik, dll (membaca) lingkungan, situasi, kondisi, dll. Mulai mengenali Ibunya, ayahnya, dan seterusnya, secara alami tanpa perlu berlajar membaca dulu. Kemudian, saat bayi sudah menjadi anak-anak, mulailah belajar berbicara yang benar. Melalui jalur pendidikan di sekolah, anak mulai belajar menulis. Sehingga, mendengar, berbicara, membaca adalah paket keterampilan berbahasa yang secara alami dan kodrat seharusnya dimiliki oleh manusia sebagai makhluk Tuhan paling sempurna.

Pada akhirnya, setelah melalui proses berbagai-bagai dalam kehidupan di dunia, kemampuan atau kompetensi seseorang dalam bidang yang digeluti serta bidang kehidupan secara umum, dapat diukur dan dilihat dari keterampilan berbahasa bernama berbicara dan menulis. Orang yang pandai berbicara, biasanya, belum tentu pandai menulis. Sebaliknya, orang yang pandai menulis, pun belum tentu kompeten dalam berbicara. Namun, orang yang cerdas lligent quotient (IQ)  dan emotional quotient (EQ), tentu akan selalu dapat belajar agar seimbang dalam literasi berbicara dan menulisnya.

Pada akhirnya, mustahil seseorang kompeten dalam berbicara dan menulis, bila tidak kompeten dalam keterampilan mendengar dan berbicara.

Kembali kepada pesan "menulis", seperti doa saya di 7 hari dan 40 hari kepergian Mas Nano, di peringatan 1 tahun Mas Nano, saya juga mendoakan seperti harapan Mas Nano dalam naskah monolog "Pulang" yang ditulis pada Desember 2020 dan dibawakannya sendiri dalam pentas, tepat di hari ulang tahunnya ke-72, 6 Juni 2021, disiarkan lewat saluran YouTube Teater Koma, dan 1 Tahun Peringatan Mas Nano, semoga Mas Nano selalu  ditempatkan di sebuah tempat yang luar biasa bagus, nyaman, adem, tentrem, penuh kebahagiaan di sisi Tuhan. Aamiin.

Doa untuk Mas Nano ini pun akan terus mengalir dari seluruh orang-orang yang mencintai Mas Nano, orang-orang yang menjadi bagian dalam kehidupan Mas Nano, orang-orang yang menerima manfaat atas ilmu dan pendidikan yang ditularkan Mas Nano, orang-orang yang menikmati karya-karya Mas Nano, hingga nama Mas Nano terpatri abadi sebagai satu di antara Pahlawan Kesenian, Pahlawan Seniman, Pahlawan Budayawan, Pahlawan Teater dan lainnya di negeri ini.

Di Peringatan 1 Tahun Mas Nano, saya kembali berharap bahwa kita semua dapat membuka mata, bahwa pesan Mas Nano tentang menulis, menjadi sangat vital untuk kehidupan di dunia ini. Dalam monolog "Pulang" bahkan Mas Nano akan sangat sedih bila di dunia akhirat tidak dapat melanjutkan pekerjaannya dalam menulis akibat kesalah dan dosa yang diperbuatnya semasa di dunia. Tetapi, Mas Nano berdoa, bila di sana  ditempatkan di sebuah tempat yang luar biasa bagus, nyaman, adem, tentrem, penuh kebahagiaan di sisi Tuhan, maka Mas Nano menyebut, "Itulah tempo yang paling tepat untuk menulis. Hanya menulis. Akan diterbitkan atau tidak, untuk apa dipikirkan, yang penting menulis. Menulis kalimat, kata-kata, dialog, kritik yang pedas. Menulis kritik yang tidak kelop dengan kejujuran dan cinta, keserakahan, politik, hingga hak asasi manusia."

Di akhir monolog, Mas Nano mengucap " menulis, menulis, menulis, menulis, menulis, menulis, ... "

Kini 1 tahun Mas Nano telah pulang. Hasil tulisannya, Trilogi Opera Kecoa diterbitkan menjadi buku berbahasa Inggris. Dapat dinikmati dan dibaca oleh seluruh masyarakat dunia. Dalam Peringatan 1 Tahun Mas Nano, Keluarga Besar Teater Koma pun tetap eksis, tidak akan pernah titik. Mba Ratna juga mengungkapkan kepada para undangan yang hadir di Teater Besar, di 2024, tepatnya bulan Mei, Keluarga Besar Teater Koma, akan melanjutkan proses produksi pementasan baru, dari naskah besar dan terakhir yang ditulis Mas Nano. Semoga, proses produksi terbaru pementasan Teater Koma dapat berjalan lancar dan sukses. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun