Bila memberi nilai atau komentar kepada penulis lain, maka akan ada balasan saling menilai dan mengomentari.
Bagi saya lucu, niat menulisnya jadi untuk apa? Untuk mendapat rating? Mendapat nilai? Mendapat komentar? Supaya mudah ditemukan pembaca umum? Karena harus berteman?
Padahal dari sisi kualitas juga tidak teruji karena tidak melalui proses seleksi. Lebih dari itu, kolom komentar yang disediakan oleh pihak media biasanya hanya berisi saling support. Sangat jarang ditemukan ruang diskusi, baik mengenai materi tulisan atau tata tulis. Maka tidak heran jika tulisan di media terkait secara kualitas dipertanyakan.
Menulis bagian literasi, lho?
Pada akhirnya, menulis adalah bagian dari literasi. Saat literasi rakyat Indonesia rendah, tetapi minat menulis pun kemudian lebih mengejar pada kuantitas dan asal tayang dan lainnya. Bukan harga dan penghargaan, maka ini signifikan dengan mengapa literasi di Indonesia masih rendah.
Budaya hanya membaca judul pun akhirnya semakin tumbuh subur, sebab, ada sebagian masyarakat yang menilai, tulisan di media online, bobotnya lebih rendah dari media cetak. Sekali pun ada media online yang menerapkan sistem seleksi untuk menayangkan tulisan dari penulis lepas.
Pada akhirnya, menulis untuk berbagi di media, cetak atau online, maka lebih afdol setiap penulis hendaknya pernah memiliki pengalaman, tulisannya sudah pernah ditayangkan di media cetak atau online yang pakai sistem seleksi, kurasi, moderasi, dan berbayar.
Sehingga dapat dipastikan, tulisan berkualitas, kaya literasi, berharga, dan dihargai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H