Dekat" dengan sastra yang benar dan baik, membuat manusia memiliki bekal untuk perbuatan rekreatif, estetis, moral, didaktif, dan religius bagi diri sendiri dan kehidupan nyata.(Supartono JW.26122023)
"Hanya tinggal menghitung hari, tahun 2023 akan usai. Apa yang sudah saya, kita perbuat di sepanjang tahun 2023? Saya, kita dapat merefleksi diri sendiri. Pun dapat membantu merefeksi orang lain/pihak lain.Â
Misalnya, menyimak atas semua tanggapan dan komentar rakyat Indonesia di semua lapisan, melalui berbagai media usai
Debat pertama, Calon Presiden (Capres) dan debat kedua, Calon Wakil Presiden (Cawapres), sementara dapat disimpulkan, di antara mereka sudah ada yang memenuhi syarat sebagai calon pemimpin bangsa yang cerdas intelektual dan cerdas emosional.
Sebaliknya ada yang masih belum cerdas intelektual dan belum cerdas emosional. Bahkan, khusus usai debat Cawapres, masyarakat menilai ada yang culas dan melakukan keculasan dalam debat.
Culas, keculasan
Culas itu, curang, tidak jujur, Â tidak lurus hati. Keculasan adalah kecurangan, ketidakjujuran, kepalsuan. Hal ini sama dengan peristiwa sebelum KPU mengesahkan tiga pasangan Capres dan Cawapres.
Sebab keculasan ini dilakukan dengan licik dan kelicikan, maka meski masyarakat tahu ada yang licik dan melakukan kelicikan, tetap saja, yang melakukan bak anjng menggongong kafilah berlalu.
Licik itu, banyak akal yang buruk, pandai menipu, culas, curang, licin. Sementara kelicikan adalah kepandaian memutarbalikkan perkataan, kecurangan, keculasan.
Bila dalam kisah-kisah sastra, siapa yang berbuat licik dan kelicikan, di akhir cerita pasti akan kalah oleh pihak yang benar dan baik. Maka, dalam kisah nyata, kehidupan nyata, biasanya kelicikan sudah diskenariokan, ada sutradaranya, ada aktor-aktrisnya, maka mereka akan sangat kuat dan siap menghadapi perlawanan pihak yang benar dan baik.
Meski pada akhirnya, pada waktunya, yang licik dan melakukan kelicikan, akan jatuh sendiri, akan kalah sendiri akibat dari perbuatan licik dan kelicikannya.
Dekat dengan sastra