Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Debat Capres Cawapres, Momentum Bagi Rakyat Indonesia untuk Belajar Kecerdasan Intelektual dan Emosional

21 Desember 2023   10:19 Diperbarui: 21 Desember 2023   10:43 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Inilah satu di antara pangkal masalah pendidikan di Indonesia, sehingga guru-guru di sekolah formal atau nonformal, sejak Indonesia merdeka, meski sudah dipandu oleh berbagai jenis kurikulum pendidikan, terus terjebak pada persoalan akademis yang hanya menempa kecerdasan intelektual atau IQ. Padahal, kecerdasan itu, juga ada Emotional Quotients (EQ) atau kecerdasan emosional.

Dari dua kecerdasan ini, saya sering menganalogikan orang yang cerdas intelektual sebagai orang yang kaya pikiran. Sementara cerdas emosional sama dengan kaya hati.

Antara IQ dan EQ

Cerdas IQ adalah kemampuan seseorang untuk menalar, memecahkan masalah, belajar, memahami gagasan, berpikir, dan merencanakan sesuatu. Kecerdasan ini digunakan untuk memecahkan masalah yang melibatkan logika.

Kemudian cerdas EQ merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali, mengendalikan, dan menata emosi serta perasaan, baik itu perasaan sendiri maupun perasaan orang lain.

Kecerdasan EQ juga memberi kesadaran mengenai rasa empati, cinta, kemampuan memotivasi diri, dan kemampuan untuk menghadapi kesedihan dan kegembiraan secara tepat.

Antara kecerdasan IQ dan EQ tidak dapat dipisahkan. Keduanya penting, vital untuk dimiliki seseorang.

Tetapi, mengapa selama ini paradigma cerdas terkait pendidikan kita, hanya terkait IQ? Jawabnya, selama puluhan tahun, para guru di Indonesia terjebak pada tuntutan menuntaskan materi pelajaran sesuai kurikulum pendidikan yang berlaku.

Jangankan peserta didik tergarap dan tersentuh kecerdasan emosinya, kecerdasan intelegensi/intelektual sesuai tuntutan akademik saja tidak pernah tuntas. Belum pernah sampai pada titik kualitas. Faktanya: Lihatlah skor PISA terbaru Indonesia. Lihatlah sosok Capres yang sudah berdebat. Apakah ketiganya cerdas?

Di dunia pendidikan, di pikiran para guru pun selama ini, paradigmanya, tugas mereka hanya mengajar, menyampaikan ilmu dan materi pelajaran yang hanya menyasar IQ. Belum mendidik yang sasarannya EQ. Bahkan bekal kompetensi mendidik pun terus dalam batas sekadar memenuhi syarat standar minimal menjadi guru. Faktanya dapat diricek di Badan Pusat Statistik (BPS).

Harus dipahami dan disadari setiap saat, setiap waktu, bahwa IQ merupakan kecerdasan yang dibawa oleh setiap orang sejak lahir. EQ adalah kecerdasan yang berkembang seiring pertumbuhan psikis seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun