Seandainya, paradigma mengingat kebaikan orang lain, menjadi budaya dan tradisi dalam kehidupan ini, mulai dari lingkup rakyat jelata hingga pemimpin/elite negeri, maka betapa tentram dan nyamannya kehidupan mulai dari lingkungan keluarga (suadara, sahabat, teman), kerja, partai, parlemen, sampai pemerintahan di negeri ini.
Hentikan mengeluh karena orang yang telah kita bantu kita anggap tidak tahu berterima kasih, seperti kacang lupa kulitnya, tidak tahu diri, lupa daratan atau dengan bahasa-bahasa sindiran lainnya, tetapi  kita sendiri tidak pernah menyadari sering melupakan jasa dan kebaikan orang lain kepada kita.
Sadari bahwa jasa, kebaikan, bantuan, dan pemberian yang terbaik adalah berdasarkan ketulusan tanpa pamrih.
Sekali lagi, ingatlah selalu kebaikan orang lain. Meski kebaikan itu hanya sekadar senyum, tegur sapa, masukan, dan nasihat. Apalagi bila sudah dalam bentuk bantuan, pertolongan, bimbingan, tuntunan, pendidikan, sampai dalam bentuk pinjaman, dll. Sadarkah kita, karena kebaikan-kebaikan itu, membuat diri kita dapat berdiri dan survive dalam kehidupan ini?Â
Selalu bersyukur dan berterima kasihlah kepadaNya dan mereka-mereka atas kebaikan-kebaikan yang telah dicurahkan. Bukan sebaliknya, malah menghitung-hitung kebaikan-kebaikan kita untuk orang lain, yang artinya tidak ikhlas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H