Sebab, saya juga tahu, pendidikan formal di Indonesia juga masih gagal dalam membentuk manusia Indonesia yang berkarakter, berbudi pekerti luhur, dan rendah hati. Masih tercecer , bukan hanya di tingkat Dunia atau Asia, tetapi bahkan terus tercecer di tingkat Asia Tenggara, karena persoalannya dasarnya justru seolah dibiarkan menjadi benang kusut, meski sejatinya mudah diurai.
Di dunia pendidikan, sepak bola, sastra (teater) yang yang saya tekuni selama ini, mudah bagi saya menemukan manusia-manusia egois dan individualis. Mudah menemukan manusia-manusia yang tidak tahu diuntung. Tidak tahu berterima kasih. Tidak tahu membalas budi. Tidak punya simpati-empati. Tidak santun, tidak etis. Tidak peduli. Tidak mementingkan tim. Manusia-manusia yang tidak berbudi pekerti luhur, tidak rendah hati, sebab tidak pernah bersyukur. Tidak pernah pandai bersyukur. Belum pernah selesai dengan dirinya.
Semoga, saya selalu menjadi gelas kosong, selalu belajar, selalu membaca, selalu mendengar, selalu merefleksi diri, selalu bercermin, agar selalu dapat menjadi orang yang bersyukur, pandai bersyukur, sehingga saya termasuk orang yang berbudi pekerti luhur, rendah hati, karena tidak mementingkan diri sendiri, tidak egois, tidak individualis. Berpikir dan berbuat untuk kemaslahatan masyarakat. Aamiin. Aamiin. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H