Manusia yang masih gagal menjadi berbudi pekerti luhur dan gagal menjadi rendah hati pun banyak yang teridentifikasi berasal dari dua model golongan orangtua dan nenek moyangnya. Meski orangtua dan nenek moyangnya berbudi pekerti luhur dan rendah hati, namun hal berbudi pekerti luhur dan rendah hati, tidak menurun kepada anak cucunya, meski Jiwa (pikiran, hati) dan raganya dirawat, didik, dibina dengan benar dan baik oleh orangtua, sekolah, kampus, instansi, institusi, hingga kegiatan  nonformal, kekeluargaan, dan kemasyarakatan.
Sepak bola dan teater
Di luar jalur pendidikan akademis-formal, dalam kegiatan nonformal seperti sepak bola dan teater, keduanya ternyata dapat menjadi wadah yang sangat membantu menempa seseorang menjadi memiliki karakter dan rendah hati.
Dengan catatan, wadah sepak bola dan teaternya pun wajib diampu oleh orang-orang yang kompeten dan ahli di bidang sepak bola dan teater, serta memiliki pendidikan formal minimal sudah mengantongi ijazah sarjana. Pasalnya, banyak wadah sepak bola, akar rumput dan senior, serta wadah teater yang tetap gagal dalam merawat, mendidik, dan membina anggotanya menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur dan renda hati. Tetap tidak cerdas intelektual, sosial, emosional, analisis, kreatif, imajinatif, inovatif, dan iman (Iseaki). Pun tidak cerdas teknik, intelegensi, personality, dan speed (TIPS).
Di luar dunia pendidikan, dunia sepak bola dan teater, adalah dunia yang sudah mendarah daging, sudah menjadi aliran darah dan nafas dalam kehidupan saya. Keduanya sama-sama sudah lebih dari seperempat abad saya tekuni. Dari keduanya, saya mendapat ilmu dan praktik bagaimana  menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur dan rendah hati.
Mustahil dalam laga sebuah tim sepak bola akan dapat menunjukkan permainan yang benar dan baik. Menguasai permainan dan menang dalam gol, bila para pemain tidak mengikuti instruksi/arahan pelatih sesuai strategi saat bertanding. Apalagi bila ada pemain yang egosi dan individualis, pola pikirnya parsial, hanya mementingkan diri sendiri.
Bahkan, sebelum bertanding, mustahil sebuah tim akan dapat berlaga dengan benar dan baik, bila pemain tidak disiplin hadir dalam latihan. Tidak disiplin hadir dalam pertandingan, padahal nama pemain sudah  dipilih masuk dalam tim. Namun, tiba-tiba hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, tanpa memikirkan tim, mudah sekali membuat alasan demi tidak hadir dalam laga. Padahal laga pertandingannya bukan  dalam kategori uji tanding, tetapi dalam bentuk kompetisi.
Setali tiga uang, dalam dunia teater, semua anggota/yang terlibat dalam produksi, apalagi yang bertugas menjadi pemain dan duduk di bagian artistik, bila sudah masuk dalam bagian produksi, semua wajib menyatu dalam setiap langkah program, mulai dari latihan, hingga gladi bersih, hingga pementasan.
Karenanya, dengan mengukur diri sendiri, lebih dari seperempat abad saya menggeluti dunia sepak bola dan teater atau menjelang setengah abad saya menggeluti dunia pendidikan dan sosial, saya selalu berupaya bercermin diri, agar selalu dapat menjadi orang yang berkarakter, berbudi pekerti luhur dan rendah hati sesuai ciri-cirinya.
Meski saya hanya rakyat jelata. Tidak punya kedudukan dan jabatan. Bukan orang kaya harta, bukan  orang yang kelebihan uang. Hanya dengan sedikit ilmu, sedikit pengalaman, sedikit tahu tentang sepak bola dan teater, sedikit tahu tentang kehidupan, saya selalu berupaya membantu  diri sendiri dan masyarakat agar menemukan diri menjadi manusia yang berkarakter, berbudi pekerti luhur, dan rendah hati, melalui wadah sepak bola dan teater yang saya ikuti dan saya buat.
Ciri berbudi pekerti luhur dan rendah hati itu, sopan, santun, beretika, Â suka menolong, tahu kesulitan orang lain, tahu diri, punya simpati-empati, selalu peduli, tahu berterima kasih, tahu cara meminta maaf, tahu cara meminta tolong, tahu membalas budi, tidak egois, tidak individualis, tidak mementingkan diri sendiri, pola berpikir atau mindsetnya tidak parsial, tetapi komprehensif. Kreatif, imajinatif, inovatif. Selalu bersyukur dan menjadi orang yang pandai bersyukur.