Terus belajar menjadi manusia yang rendah hati. Menjadi gelas kosong dan ikut membagi ilmu pengetahuan dan pengalaman sekecil apa pun yang berhasil ditampung. Berpendirian, karena berdasarakan fakta, bukti, dan referensi. Bukan hanya sekadar pandai beropini dan subjektivitas pribadi.
(Supartono JW.28072023)
Selalu memposisikan diri sebagai gelas kosong. Terus belajar untuk menjadi manusia yang tahu diri dan rendah hati. Caranya, selalu membaca (menonton, mengamati, memperhatikan, dll) serta mendengarkan hal-hal terkait sesuai yang saya baca. Namun, memiliki pendirian karena diperkuat oleh fakta dan bukti, serta referensi yang sahih, yaitu: sah, benar, sempurna, tiada cela (dusta, palsu), sesuai dengan hukum (peraturan). Bukan hanya pandai beropini atau berdasarkan subyektifis pribadi. Maka, hasil belajar yang masuk ke gelas kosong (saya), saya abadikan dalam bentuk artikel.Â
Artikel yang memotret kisah-kisah dari hasil belajar, saya bagikan untuk selalu mengingatkan diri sendiri. Pun sekadar berbagi untuk orang-orang yang masih merasa perlu atau mau belajar. Sebab dirinya senantiasa diposisikan sebagai gelas kosong. Sebagai manusia yang tahu diri dan rendah hati.
Itulah kehidupan keseharian saya, yang sudah saya lakukan sejak tahun 1989. Memotret kehidupan yang diabadikan dalam bentuk artikel. Dibagikan melalui media cetak. Dan, sejak media online hadir. Kini, praktis, semua potret kehidupanyang saya tulis, dibagikan melalui media online.
Tujuannya Terus belajar. Terus membaca. Terus mendengar. Terus Berbagi. Untuk mengisi gelas kosong dalam diri saya. Bila berguna bagi orang lain, silakan potret artikel itu, menjadi air yang dapat mengisi gelas-gelas kosong, bagi yang membaca dan mau mendengar apa yang saya tulis atau katakan dari hasil belajar.
Jadi, sharing, membagikan ilmu, pengetahuan, kisah, peristiwa, dll, bagi saya adalah sharing untuk mengisi gelas-gelas yang masih kosong. Maksudnya, mengisi pikiran dan hati saya yang selalu saya kosongkan, karena saya masih dan akan selalu mau terus belajar. Juga bagi orang lain, khususnya yang juga masih mau terus belajar, pikiran dan hatinya masih dikosongkan karena masih mau membaca dan mendengarkan. Bukan untuk orang-orang yang gelasnya sudah penuh. Maksudnya, pikiran dan hatinya sudah penuh. Tidak mau membaca dan tidak mau mendengar lagi. Karena sudah merasa hebat. Sudah merasa kompeten. Dan, sudah merasa yang lain-lainnya.
Berbagi membuat bahagia dan sehat
Dengan terus belajar, mau membaca dan mendengarkan orang lain. Lalu, membagikan apa yang kita dapat ke orang lain, yang juga menyiapkan diri sebagai gelas kosong, itu membahagiakan.
Michael Norton dari Harvard Bussiness School pada tahun 2008 melakukan penelitian bahwa memberikan uang kepada orang lain membuat orang yang mempunyai uang itu akan lebih bahagia ketimbang mempergunakan uangnya untuk keperluannya sendiri. Selain itu, Stephanie Post dalam bukunya yang berjudul "Why Good Things Happen To Good People" menyebutkan bahwa dengan berbagi terhadap sesama akan meningkatkan kesehatan orang yang sudah menderita penyakit kronis.
Harap dipahami bahwa orang yang mau berbagi itu, tidak selalu dilakukan oleh orang yang sudah kaya pikiran, kaya hati, dan kaya harta. Dari apa yang ditulis Michael Norton dan Stephanie Post, maka siapa pun yang mau berbagi dalam bentuk apa saja, meski dirinya bukanlah orang yang kelebihan uang, kelebihan harta, kelebihan ilmu, dll, berbagi dengan cara yang benar dan baik, akan membuat bahagia, sehat jasmani dan rohani. Sebab, tidak menjadi orang yang sok tahu, sok pintar, sok hebat, sok bisa, sok jagoan, gelasnya penuh.
Berbagi adalah salah satu bentuk perhatian. Sebagai makhluk individu, beragama, sosial, berbudaya, dll, manusia ditakdirkan untuk saling melengkapi satu sama lain. Saling membantu jika ada yang membutuhkan.
Banyak orang yang sudah tahu manfaat berbagi itu sangat baik karena membawa berkah dan bisa membuat jiwa menjadi tenteram dan damai. Namun, ada banyak juga orang yang belum tahu manfaat dari berbagi, sehingga ketika ada orang lain yang membutuhkan, akan menunjukkan sikap acuh tak acuh. Padahal, berbagi itu hal sederhana, tapi akan sulit untuk dilakukan. Bila dalam diri seseorang sudah ada kesombongan.
Berbagi adalah motivasi
Berbagi dengan selalu memposisikan sebagai gelas kosong adalah motivasi. Ketika hidup kita dilanda masalah dan jiwa kita merasa sangat drop, kita pasti butuh orang lain untuk menyemangati kita. Ada saat-saat, kita butuh saran ataupun motivasi dari orang lain untuk membuat diri kita bangkit dari keterpurukan. Karenanya, bebagi menjadi motivasi. Ibaratnya menjadi cahaya, yang mencerahkan jiwa-jiwa yang sedang lemah. Dengan adanya motivasi, akan muncul sebuah keyakinan untuk bangkit dan melawan keterpurukan.
Orang-orang yang rendah hati, memposisikan sebagai gelas kosong, saat ada yang berbagi, memotivasi, maka akan memandang berbagi-motivasi itu dari sudut pandang yang positif. Terlebih, berbagi itu tidak melulu tentang harta, tentang uang, tentang materi, tentang barang. Berbagi dengan kalimat yang motivasi akan sangat berharga untuk orang lain yang dirinya memposisikan selalu sebagai gelas kosong. Â
Terima kasih, kepada siapa saja, orang-orang yang telah berbagi kepada saya, memotivasi saya, sehingga saya selalu dapat terus belajar untuk menjadi orang yang tahu diri dan rendah hati. Saya akan terus belajar. Terus membaca. Terus mendengar. Terus membagi potret kehidupan melalui artikel, untuk gelas-gelas yang selalu disiapkan kosong.
Saya merasakan, berbagi itu, meski melalui artikel, tetapi niat dan ikhlas, pikiran jadi jernih-positif, hati jadi bersih. Karena, untuk membuat artikel yang saya bagikan, butuh belajar. Gelas saya harus kosong. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H