Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Bola

Surat Terbuka (4) untuk Erick Thohir, Kiblat Pembinaan dan Kompetisi Sepak Bola Usia Dini dan Muda?

19 Juli 2023   22:26 Diperbarui: 19 Juli 2023   22:54 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat Terbuka (4) untuk Erick Thohir

Kiblat Pembinaan dan Kompetisi Sepak Bola Usia Dini dan Muda, dari PSSI, yang Mana?

Yth. Ketua Umum PSSI

Assalamualaikum Wr. Wb.

Ketua Umum PSSI, Bapak Erick Thohir yang saya hormati, mohon maaf. Saya kembali menulis Surat Terbuka (ke-4) untuk Bapak. Surat ini, sekadar mengingatkan bahwa kompetisi usia muda itu. Sejatinya tanggungjawab mutlak PSSI. Namun, membaca berita di beberapa media massa nasional, yang mewartakan kehadiran Bapak dalam turnamen sepak bola bertajuk Liga TopSkor (LTS) Cup National Championship 2023, pada Minggu (16/7/2023), saya merasa harus kembali menulis surat untuk Bapak.

Maaf, Pak Erick, saya kutip dari Kompas.com (177/2023), dalam kesempatan kehadiran tersebut, Bapak berharap jadwal LTS bisa disinkronkan agar nantinya menjadi program yang berkelanjutan. Bapak mengungkapkan rasa gembira dengan adanya LTS yang telah berjalan 12 tahun dan banyak melahirkan pemain dan beberapa dari mereka kini bahkan berlabel timnas. Kemudian Bapak juga mengatakan, kompetisi seperti ini bagus untuk pembinaan sepak bola nasional. Pekerjaan selanjutnya menjadi tugas PSSI untuk menyamakan jadwal kompetisi ini dengan turnamen lainnya.

"Liga pendukung usia muda seperti ini bagus buat sepak bola nasional. Tinggal bagaimana mengesinambungkan antara Liga TopSkor, Garuda Select, dan Elite Pro Academy," kata Erick Thohir dalam acara penutupan Liga TopSkor.

"Ini yang memang petanya, sinkronisasi jadwalnya harus kami lakukan. Kalau ini bisa, menjadi sebuah program berkelanjutan," tuturnya. "Karena tidak mungkin kita mendapatkan pemain hebat tidak dari (kategori) bawah," ujarnya.

Dari pernyataan-pernyataan Bapak, saya sungguh tidak percaya bila Bapak tidak tahu membangun sepak bola nasional itu harus dari pondasi yang benar. Apalagi bila saya membaca judul artikel "Erick Thohir Tekankan Pentingnya Sinkronisasi Kompetisi Usia Muda" yang tayang di Kompas.com, 17 Juli 2023, jujur baru membaca judulnya saja, mohon maaf. Saya sedih. Prihatin sangat mendalam.

Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), singkronisasi itu maknannya perihal menyinkronkan, penyerentakan. Ada prinsip koordinasi dan integarasi dalam melaksanakan sesuatu. Selanjutnya, sesuai prinsip dan aturan, mana yang harus menyingkronkan diri. Mana yang menjadi acuan untuk yang lain dapat singkron?

Sementara PSSI tidak pernah serius dan konsisten menangani pembinaan dan kompetisi usia dini dan muda. Agar yang lain dapat singkron, sewajibnya PSSI sudah memiliki pola pembinaan dan kompetisi usia dini dan usia muda yang paten, tetap. Lahirnya LTS, Garuda Select, dan Elite Pro Academy, saya tahu, itu atas dasar keprihatinan. Semua itu digulirkan oleh pihak swasta dan orang yang konsen terhadap usia muda, karena PSSI belum pernah konsisten membina dan melahirkan kompetisi usia dini dan muda yang sesuai harapan.

Bahkan, saat berbicara, Bapak pun hanya menyebut LTS, Garuda Select, dan Elite Pro Academy (EPA). Mengapa Bapak tidak menyebut Piala Soeratin? Maaf, mungkin Bapak sendiri tidak tahu Piala Soeratin model dan sistemnya seperti apa. Sehingga tidak mendarah daging, tidak familiar dalam pikiran dan hati Bapak, sampai lupa menyebutnya. Padahal Piala Soeratin adalah produk kompetisi resmi PSSI yang bila dikelola dengan benar dan baik, menjadi kiblat pembinaan dan kompetisi usia dini dan muda yang hebat. Menghasilkan pemain hebat sesuai hasil produk pembinaan dan kompetisi yang akan mengisi gerbong Timnas di semua kategori umur.

Kompetisi sepak bola usia dini dan muda itu, tanggungjawab mutlaknya ada di federasi bernama PSSI. Sama persis seperti tanggungjawab kompetisi Liga 1 dan Liga 2. Bahkan Liga 3 pun seharusnya menjadi tanggungjawab PSSI, namun pelaksanaannya pun sudah salah. Sebab di kelola oleh Asprov PSSI.

Maaf. Apa pernah, ada negara di luar sana, yang pemain nasionalnya, dipilih dan diambil dari luar kompetisi resmi federasinya? Dari audisi pemain seperti audisi penyanyi? Seperti yang sekarang PSSI lakukan untuk memenuhi kuota pemain Timnas Indonesia U-17? Apa pemain Timnas Indonesia Senior juga pernah diambil dari kompetisi swasta atau hasil audisi?

Lihatlah fakta, ketika Indra Sjafri, memilih 2-3 pemain dari luar kompetisi Liga 1, apa sorotan media, publik, pengamat, dan praktisi sepak bola nasional? Tetapi saya salut kepada Indra Sjafri, bahwa kompetisi Liga 2 atau Liga 3, juga kompetisi resmi yang dihelat oleh PSSI Jadi, saat ada pemain dari Liga 2 dan Liga 3 ikut merasakan berjersey timnas, di mana salahnya?

Saat Indra Sjafri memilih pemain dengan cara blusukan. Itu jelas latas belakangnya. Sebab, saat itu, PSSI juga tidak melakukan pembinaan dan kompetisi usia dini dan muda yang resmi, konsisten, dan berjenjang. Ternyata, Bima pun, kini dihadapkan oleh persoalan yang sama. Demi meracik Timnas Indonesia U-17, untuk menghadapi Piala Dunia U-17, harus comot pemain dari sana-sini. Harus pakai carai audisi. Bahkan, para pemain jebolan kompetisi yang diprakarsai oleh pihak swasta, malah bereseliweran dengan mudah masuk menjadi pemain Timnas Sepak Bola Indonesia.

Pak Erick, yang saya tahu, federasi sepak bola bernama PSSI, selama ini baru mengurus secara resmi, Turnamen Piala Soeratin. Perlu digarisbawahi. Piala Soeratin itu hanya sekadar turnamen. Bukan kompetisi. Atas nama Klub, berjenjang dari tingkat kota/kabupaten, naik ke tingkat provinsi.

Sebab hanya sekadar menjalankan program dari PSSI Pusat, maka Asprov dengan bantuan Askot/Askab menggelar Turnamen Piala Soeratin asal jalan. Banyak sekali klub anggota Askot/Askab yang tidak melakukan pembinaan usia dini dan muda. Tetapi, diminta ikut dan mengirimkan Tim U-13 dan U-15. Mau tidak mau, banyak klub yang akhirnya hanya comot-comot pemain atau bekerjasama dengan SSB, demi klubnya dapat berpartisipasi dalam turnamen Piala Soeratin di Askot/Askab.

Saat turnamen Piala Soeratin di gelar, barulah ketahuan, bahwa seorang pemain ternyata dapat membela sekolahnya dalam turnamen antar sekolah, atau membela SSBnya dalam kompetisi LTS dan kompetisi swasta lainnya atau kompetisi yang mengantar pemain dapat masuk ke Garuda Select, atau menjadi pemain Piala Soeratin klub, atau dicomot masuk salah satu klub Liga 1 untuk EPA. Luar biasa lho, seorang pemain, bisa menyandang minimal sebagai pemain di 5 turnamen/kompetisi, meski di antara turnamen/kompetisi tersebut, sudah mengguakan sistem registrasi pemain online.

Pak Erick, semua itu bisa terjadi, sampai sekarang, sebab, PSSI tidak pernah menjadi kiblat pembinaan dan kompetisi sepak bola usia dini dan muda yang benar. Tidak ada yang dapat dijadikan patokan untuk pembinaan dan kompetisi usia dini dan muda disingkronkan.

Pak Erick, sampai hari ini, saya masih mencatat turnamen Piala Soeratin yang digulirkan oleh PSSI, sebagai turnamen yang seharusnya paling ideal, sebagai kawah candradimku lahirnya pemain hebat untuk Timnas Sepak bola Indonesia. Sayang, Piala Soeratin, justru dijalankan seolah hanya program tempelan PSSI.

Saya merasakan betul pamor Piala Soeratin di Indonesia yang  saat itu diputar oleh PSSI hanya khusus untuk kategori U-18. Saya pun dapat menyebut, bahwa Piala Soeratin U-18 adalah tiket utama, bagi setiap pemain yang akan berkiprah di Kompetisi Perserikatan atau Galatama. Mungkin, juga dapat diidentifikasi, siapa pemain Timnas Sepak bola Indonesia yang tidak melalui jalur Piala Soeratin, tetapi dapat berjersey timnas. Apa dapat kita temukan?

Tahun 2003, bahkan saya sudah menjadi Manajer Tim Piala Soeratin U-18 Persikad Depok. Berkahnya, namanya saat itu masih bernama Bogasari U-18. Meski, memang bukan kompetisi, tetapi digulirkan dengan sistem turnamen, tetapi itu adalah zaman keemasan Piala Soeratin.

Tingkat nasionalnya, setiap grup terdiri atas Klub dari Divisi Utama, Divisi I, dan Tim Juara Provinsi. (Satatan: Divisi Utama adalah kasta tertinggi, sama dengan Liga 1, saat ini). Sebuah klub anggota Askot/Askab, dulu masih bernama Pengcab, akan dapat bermain Piala Soeratin tingkat nasional bila sudah menjadi juara provinsi. Sebagai contoh, di 2003, Grup Piala Soeratin U-18 yang digelar di Purwokerto, Jawa Tengah, berisi Tim Divisi Utama (Persebaya dan Persijatim), Tim Divisi 1 (Persikad Depok dan Perserang Serang), Tim Juara Provinsi (Persibas Banyumas, Lampung, dan Bengkulu). Persibas, Juara Provinsi Jateng, menjadi tuan rumah. Tahun 2004, saya masih berkesempatan menjadi Manajer Tim Piala Soeratin Persikad Depok. Format Piala Soeratin masih sama, dan tuan rumahnya adalah Cilegon.

Lihatlah Pak Erick, bagaimana sistem dan format Piala Soeratin yang sekarang? Klub Askot/Askab, Liga 3, Liga 2, dan Liga 1 seperti air dan minyak. Sudah yang main anak-anak SSB yang tidak dibina oleh semua klub, tetapi tidak ada Piala Soeratin lintas jenjang lagi. Ironisnya, SSB lintas jenjang dapat bertemu dalam satu wadah kompetisi seperti LTS atau kompetisi yang dimodali oleh pencetus Garuda Select.

Pak Erick, sekali lagi, bila PSSI tidak pernah serius melakukan pembinaan dan kompetisi yang tersistem, terstruktur, berjenjang, berkesinambungan, dan konsisten. Maka, kompetisi swasta semacam LTS dan lainnya, model Garuda Select, juga turnamen EPA, akan terus menjadi benang kusut pembinaan dan kompetisi sepak bola usia dini dan muda di Indonesia.

Agar tidak menjadi benang kusut, maka PSSI wajib menjadi kiblat pembinaan dan kompetisi usia dini dan muda yang tersistem, terstruktur, berjenjang, berkesinambungan, dan konsisten. Maka, kompetisi swasta, termasuk EPA yang masih sempalan.

Buat rumus yang baku di PSSI, bahwa untuk menjadi pemain timnas sepak bola Indonesia, harus melalui jalur kompetisi resmi PSSI atau boleh dari kompetisi swasta. Bahkan boleh dengan cara comot-comot pemain hingga audisi pemain? Yang mana? Seharusnya Timnas Sepak Bola Indonesia untuk kelompok usia dini dan muda, karena sebagai pondasi, syaratnya mutlak, wajib diambil dari hasil kompetisi resmi PSSI. Atau, boleh ambil pemain naturalisasi, yang wajib standarnya di atas pemain lokal?

Drs. Supartono, M.Pd. / Supartono JW. Pengamat, praktisi pendidikan nasional dan sosial. Pengamat, praktisi sepak bola nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun