Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Bola

Surat Terbuka (4) untuk Erick Thohir, Kiblat Pembinaan dan Kompetisi Sepak Bola Usia Dini dan Muda?

19 Juli 2023   22:26 Diperbarui: 19 Juli 2023   22:54 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2003, bahkan saya sudah menjadi Manajer Tim Piala Soeratin U-18 Persikad Depok. Berkahnya, namanya saat itu masih bernama Bogasari U-18. Meski, memang bukan kompetisi, tetapi digulirkan dengan sistem turnamen, tetapi itu adalah zaman keemasan Piala Soeratin.

Tingkat nasionalnya, setiap grup terdiri atas Klub dari Divisi Utama, Divisi I, dan Tim Juara Provinsi. (Satatan: Divisi Utama adalah kasta tertinggi, sama dengan Liga 1, saat ini). Sebuah klub anggota Askot/Askab, dulu masih bernama Pengcab, akan dapat bermain Piala Soeratin tingkat nasional bila sudah menjadi juara provinsi. Sebagai contoh, di 2003, Grup Piala Soeratin U-18 yang digelar di Purwokerto, Jawa Tengah, berisi Tim Divisi Utama (Persebaya dan Persijatim), Tim Divisi 1 (Persikad Depok dan Perserang Serang), Tim Juara Provinsi (Persibas Banyumas, Lampung, dan Bengkulu). Persibas, Juara Provinsi Jateng, menjadi tuan rumah. Tahun 2004, saya masih berkesempatan menjadi Manajer Tim Piala Soeratin Persikad Depok. Format Piala Soeratin masih sama, dan tuan rumahnya adalah Cilegon.

Lihatlah Pak Erick, bagaimana sistem dan format Piala Soeratin yang sekarang? Klub Askot/Askab, Liga 3, Liga 2, dan Liga 1 seperti air dan minyak. Sudah yang main anak-anak SSB yang tidak dibina oleh semua klub, tetapi tidak ada Piala Soeratin lintas jenjang lagi. Ironisnya, SSB lintas jenjang dapat bertemu dalam satu wadah kompetisi seperti LTS atau kompetisi yang dimodali oleh pencetus Garuda Select.

Pak Erick, sekali lagi, bila PSSI tidak pernah serius melakukan pembinaan dan kompetisi yang tersistem, terstruktur, berjenjang, berkesinambungan, dan konsisten. Maka, kompetisi swasta semacam LTS dan lainnya, model Garuda Select, juga turnamen EPA, akan terus menjadi benang kusut pembinaan dan kompetisi sepak bola usia dini dan muda di Indonesia.

Agar tidak menjadi benang kusut, maka PSSI wajib menjadi kiblat pembinaan dan kompetisi usia dini dan muda yang tersistem, terstruktur, berjenjang, berkesinambungan, dan konsisten. Maka, kompetisi swasta, termasuk EPA yang masih sempalan.

Buat rumus yang baku di PSSI, bahwa untuk menjadi pemain timnas sepak bola Indonesia, harus melalui jalur kompetisi resmi PSSI atau boleh dari kompetisi swasta. Bahkan boleh dengan cara comot-comot pemain hingga audisi pemain? Yang mana? Seharusnya Timnas Sepak Bola Indonesia untuk kelompok usia dini dan muda, karena sebagai pondasi, syaratnya mutlak, wajib diambil dari hasil kompetisi resmi PSSI. Atau, boleh ambil pemain naturalisasi, yang wajib standarnya di atas pemain lokal?

Drs. Supartono, M.Pd. / Supartono JW. Pengamat, praktisi pendidikan nasional dan sosial. Pengamat, praktisi sepak bola nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun