Pernahkah EPA dievaluasi oleh PSSI?
Sudahkah hal seperti itu ada evaluasi dari PSSI? Namanya heboh, Kompetisi EPA Liga 1. Pelaksanaannya cuma turnamen antar tim akademi Liga 1 yang benar-benar dibina oleh klub, melawan tim akademi-akademi siluman.
Di mana definisi dari kata elite-nya. Mana realitas pro-nya. Dan, siapa saja klub Liga 1 yang benar-benar punya akademi dan membina. Siapa yang hanya sekadar menjual nama.Â
Wadah SSB jadi korban. Begitu ada pemain yang dipanggil Timnas, di rilis PSSI dan media massa, di belakang nama pemain disebut dari klub apa. Hebat, keren.
Apa sulitnya menggelar kompetisi berjenjang?
Sudah saya tulis di surat terbuka 3 untuk Erick Thohir, kompetisi berjenjang sepak bola akar rumput yang benar untuk kondisi Indonesia, itu mudah. Ada kompetisi SSB antar anggota klub Askot dan Askab. Ada kompetisi SSB antar anggota klub Liga 3. Ada kompetisi SSB anggota klub Liga 2. Ada kompetisi SSB anggota klub Liga 1.
SSB di bawah klub anggota Askot/Askab, tentu statusnya berbeda dengan SSB di bawah pembinaan Klub Liga 3, Liga 2, dan Liga 1.Â
Dengan demikian, tidak akan ada lagi comot pemain karena semua klub dari tingkat Askot/Askab, Liga 3, Liga 2, Liga 1 wajib membina dengan wadah SSBnya secara berjenjang. Tidak perlu sok-sok-an pakai nama akademi. Kompetisi yang digelar pun benar kompetisi penuh, bukan sekadar turnamen.Â
Tahu kompetisi membentuk apa? Membentuk dan mematangkan apa? Minimal teknik, intelegensi, personality, dan speed (TIPS) pemain.
Nantinya harus muncul perbedaan, SSB binaan klub Askot/Askab, SSB binaan klub Liga 3, SSB binaan klub Liga 2, dan SSB binaan klub Liga 1.Â
Tidak ada lagi SSB binaan klub Liga 3/Liga 2/Liga 1, bisa ikut kompetisi bareng SSB binaan klub Anggota Askot/Askab.