Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kompetisi Elite Pro Academy (EPA), Sudahkah Sesuai Ide, Gagasan, dan Kenyataan?

14 Juli 2023   20:21 Diperbarui: 14 Juli 2023   20:28 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Elite Pro Academy,  yang entah dari sudut mana disebut elite, disebut pro, dan disebut academy, disuruh digulirkan oleh pemimpin PSSI. Inilah saatnya comot-comot pemain. Saatnya seleksi terbuka. Saatnya pemain meminta surat keluar dari SSB. Saatnya memetik bagi yang tidak menanam. Elite Pro Academy yang tidak elite, tidak pro, dan tidak academy, pun hanya diwadahi gelaran turnamen, bukan kompetisi.

(Supartono JW.14072023)

Sejatinya, lahirnya tiga kata: elite, pro, dan akademi yang ditulisnya academy, saya tahu persis latar belakang, maksud, dan tujuannya. Siapa yang punya ide. Siapa yang menggagas, apa sasarannya. Mengapa lahir kata-kata itu.

Sayang, niat benar dan baik dari yang punya ide dan yang punya gagasan, sebab kompetisi berjenjang sepak bola akar rumput (baca: SSB) yang dikelola PSSI hanya bernama Piala Soeratin. 

Itu pun bukan atas nama SSB, tetapi atas nama klub anggota Askot/Askab PSSI, maka menjembatani kekosongan yang ada, plus logika sebuha klub seperti di manca negara, pasti melakukan pembinaan dan kompetisi berjenjang yang di nagara-negara 'sono' namanya academy, jadi ada kompetisi antar academy yang dibina klub. 

Maka, di Indonesia yang budaya dan tradisinya berbeda, dipaksakan pula itu academy dan dilahirkan dengan memaksa situasi dan kondisi yang tidak lazim, tidak ideal, di negeri ini, PSSI menggelar Kompetisi bernama Elite Pro Academi (EPA).

Hanya turnamen, pemain comotan

Sejak pertama EPA digulirkan atas nama kompetisi, ternyata modelnya hanya sekadar turnamen. Peserta EPA yang seharusnya akademi resmi yang dibina oleh klub Liga 1, faktanya lebih banyak klub yang akademinya siluman atau jejadian atau istan. 

Klub yang tidak melakukan pembinaan, bahkan tidak ada wadah akademinya, mau tidak mau wajib ikut regulasi. Dari mana pemain klub yang demikian? 

Apa keberadaan Klub yang tidak punya akademi sudah diidentifikasi oleh PSSI? Lalu, Klub yang comot-comot pemain bagaimana tindakan PSSI selama ini?

Malah, PSSI keluarkan regulasi, pemain comotan klub dari dalih seleksi terbuka dan berbayar. Demi klub mendapat pemain gratis, si pemain wajib meminta surat keluar dari SSB. Itu regulasi yang dibuat PSSI, lho.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun