Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Bola

Manajemen dan Organisasi yang Benar, Tidak Murah

29 Juni 2023   21:09 Diperbarui: 29 Juni 2023   21:23 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wadah sepak bola akar rumput yang tidak pernah disikapi oleh PSSI, di Indonesia terus menjamur tanpa pernah disembur. Berkompetisi pun, operator swasta yang menginisiasi. Tapi, lihatlah, siapa yang memetik?

Drs. Supartono, M.Pd. / Supartono JW. Pengamat, praktisi pendidikan nasional dan sosial. Pengamat, praktisi sepak bola nasional.

Sebuah catatan pekan ke-14 Liga Fair Play (LFP) U-14. Depok, 25 Juni 2023

Tanpa terasa, kompetisi bertajuk fair play yang bertujuan melahirkan bibit-bibit pesepak bola usia muda, yang memiliki jiwa sportivitas tinggi, tinggal menyisakan satu pekan lagi, dari 15 pekan sesuai regulasi.

Namun, setelah sebelumnya ada tim yang tidak dapat melanjutkan kompetisi di pekan ke-8, hingga membuat tim-tim yang belum bertemu, diberikan kemenangan tanpa bertanding (WO). Kebijakan tidak menghapus laga tim tersebut selama tuhuh pekan sebelumnya, diambil atas dasar karena kompetisi ini bertajuk fair play. Praktis sejak pekan ke-8, Liga Fair Play (LFP) U-14 2023 hanya diikuti oleh 15 tim.

Di luar perekiraan, di pekan ke-14 yang tersaji pada Minggu, 25 Juni 2023, di Lapangan Ayo Arena, Sentul City, Bogor ini, nyatanya ada satu tim lagi yang disimpulkan tidak dapat melajutkan ikut kompetisi. Otomatis, pekan ke-14 tim yang seharusnya berlaga melawan tim bersangkutan, juga diberikan kemenangan tanpa bertanding. Kondisi ini, juga berakibat pada pekan terakhir, pekan ke-15 yang akan tersaji pada Minggu, 2 Juli 2023, akan ada dua tim yang diberikan kemengan wo.

Tidak jauh berbeda dengan kompetisi Liga 1 PSSI

Kompetisi LFP U-14 2023, seperti halnya kompetisi yang dihelat oleh operator swasta lainnya, sejatinya dari sisi teknis pelaksanaan kompetisi tidak jauh berbeda dengan kompetisi kasta tertinggi Indonesia yang dikendalikan oleh PSSI. Bedanya, bila kompetisi Liga 1 PSSI yang bergelimang sponsor=uang di dalamnya, secara teknis, berkompetisi secara home-away. Sebaliknya, kompetisi swasta di sepak bola akar rumput (usia dini dan muda) yang diinisiasi oleh operator swasta tanpa gelimang sponsor=uang.

Kompetisi sepak bola akar rumput di Indonesia yang tidak pernah bertuan ini, bahkan sejak PSSI lahir di 1930, akhirnya memiliki tuannya sendiri, yaitu para orangtua siswa yang bahu-membahu menjadi sponsor dan donatur utama. Sejak wadah sepak bola akar rumput bernama Sekolah Sepak Bola (SSB), resmi diperkenalkan di zaman Direktur Pembina Usia Muda PSSI dijabat oleh Ronny Pattinasarany, PSSI di bawah Ketua Umum Agum Gumelar, tahun 1999.

Orangtua siswalah yang akhirnya dengan SSB berdarah-darah menghidupi SSB masing-masing, membiaya siswa ikut festival/turnamen/kompetisi, pun yang digelar oleh pihak swasta. Tetapi, tanpa andil yang signifikan. Tanpa menanam, mendidik, melatih, membina, merawat, saat Timnas membutuhkan pemain untuk kelompok umur, tinggal memetik. Sikap remeh ini pun malah diikuti oleh pengurus PSSI yang saya sebut sangat tidak bertanggungjawab, malah membuat regulasi nyeleneh.

Siswa SSB yang direkrut Klub Liga 1 untuk turnamen (bukan kompetisi) bernama Elit Pro Academy (EPA), dengan berbagai cara dan dalih, ternyata diwajibkan meminta surat keluar dari SSB yang telah menanam, mendidik, melatih, membina, merawat. Tentu ini siasat untuk mendapatkan pemain gratisan. Lebih parahnya, situasi ini pun dimanfaatkan oleh 'mafia sepak bola' yang bekerja sama dengan Klub Liga 1, menggunakan dalih seleksi terbuka. Peserta dipungut biaya administrasi. Ada pula mafia yang malah terang-terangan meminta uang puluhan juta kepada orangtua siswa bila putranya mau ikut main di salah satu Klub Liga 1 untuk turnamen EPA.

Lihatlah, siapa yang di Indonesia memilik kompetisi berjenjang sepak bola akar rumput? Jawabnya hanya Operator swasta.

Lihatlah, dari mana pemain yang akan ikut seleksi di sembilan  wilayah Indonesia untuk audisi menjadi pemain Timnas Indonesia U-17 untuk Piala Dunia 2023 di Indonesia? Jawabnya sudah pasti anak-anak yang ditanam, dididik, dilatih, dibina, hingga dirawat di SSB.

Siapa pun yang membaca artikel ini, saya sangat bersyukur bila Erick Thohir turut serta membacanya. Biar turut merasakan bagaimana selama ini sepak bola akar rumput cukup menderita ditelantarkan, tetapi hasilnya hanya dipetik gratisan. Jangankan ada penghargaan dalam bentuk biaya pembinaan. Siswa diambil pun dengan dalih surat keluar yang sama dengan gratisan.

2 tim gugur di LFP U-14

Kembali kepada LFP U-14 2023. Adanya kompetisi ini, sungguh saya sangat takjub. Artinya, saya terkejut, sebab sesuatu yang langka atau tidak terduga, dapat direalisasikan, di sepak bola akar rumput. Padahal, wadahnya sendiri (SSB) belum pernah diberikan kejelasan fungsi dan kedudukannya di PSSI. Tidak pernah ada regulasinya, kurikulumnya, hingga kompetisinya. LFP bukanlah kompetisi biasa, tetapi sudah ada beban untuk pembentukan moral dan karakter seluruh pelaku di dalamnya, yaitu sikap dan perbuatan fair play melalui sepak  bola.

LFP melibatkan 16 tim (SSB). Bila saya identifikasi keberadaan manajemen dan keorganisasian mereka, saya temukan indikator seperti:

(1) Secara manajemen, ada yang sudah sangat kuat. Ada yang baru belajar.

(2) Secara pembinaan siswa, ada yang pembinaan murni. Ada yang pemainnya hasil seleksi (pilihan).

(3) Secara struktur organisasi, ada yang benar. Ada yang asal jalan.

(4) Dari segi pendidikan, pelatihan, pembinaan, ada yang didik oleh guru/pelatih/pembina yang kompeten sesuai pendidikan dan lisensi kepalatihan. Ada yang jauh dari standar kompeten.

(5) Dari segi infrastruktur, ada yang representatif, ada yang jauh dari representatif. Dari segi akademis, ada yang sangat akademisi, ada yang jauh dari akademis, meski wadahnya ada kata sekolah/akademi.

(6) Dari segi pendanaan, ada yang punya bos, ada yang orangtuanya kuat, ada yang tidak ada bos, ada yang orangtuanya tidak kuat, ada yang dapat sponsor, ada yang tanpa sponsor apalagi donatur. dll.

Kondisi ini, ibarat asam di gunung, garam di laut, yang ujungnya bertemu di satu belanga. Dan karena kondisi yang internal tim yang tidak sama, karena belum pernah ada Standarisasi SSB oleh PSSI, maka melakoni 15 pekan, bukanlah perkara mudah.

Bila dalam LFP U-14 akhirnya ada tim yang tidak sanggup melanjutkan kompetisi, pertama sejak pekan ke-8, berikutnya di pekan ke-14, tentu dapat disimpulkan kedua tim tersebut, terkendala oleh salah satu dari (6) indikator tersebut atau indikator lainnya. 

Sekaligus menjelaskan bahwa, sebuah kegiatan, butuh manajemen dan organisasi yang benar. Untuk menuju benar itu, tidak murah! Apa maksudnya tidak murah? Saya bahas di artikel berikutnya.

Akibat mundurnya dua tim di pekan ke-8 dan pekan ke-14, juga dapat dimaklumi oleh seluruh pelaku yang terlibat di dalam komepetisi LFP ini. Ini memberi bukti bahwa tanpa ada perhatian dari PSSI, operator swasta dan SSB dapat saling membahu menggelar kompetisi. Sudah begitu, kompetisi pun ditambah beban fair play. Luar biasa.

Selanjutnya, LFP U-14 2023 sebagai kegiatan pilot project, karena baru diadakan dan diinisiasi pertama kali di sepak bola akar rumput Indonesia, tentu apakah rapornya dapat mencapai nilai berhasil atau belum berhasil, akan dapat  saya ulas setelah pekan terakhir, yaitu pekan ke-15, Minggu, 2 Juli 2023. Kita tunggu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun