Siswa SSB yang direkrut Klub Liga 1 untuk turnamen (bukan kompetisi) bernama Elit Pro Academy (EPA), dengan berbagai cara dan dalih, ternyata diwajibkan meminta surat keluar dari SSB yang telah menanam, mendidik, melatih, membina, merawat. Tentu ini siasat untuk mendapatkan pemain gratisan. Lebih parahnya, situasi ini pun dimanfaatkan oleh 'mafia sepak bola' yang bekerja sama dengan Klub Liga 1, menggunakan dalih seleksi terbuka. Peserta dipungut biaya administrasi. Ada pula mafia yang malah terang-terangan meminta uang puluhan juta kepada orangtua siswa bila putranya mau ikut main di salah satu Klub Liga 1 untuk turnamen EPA.
Lihatlah, siapa yang di Indonesia memilik kompetisi berjenjang sepak bola akar rumput? Jawabnya hanya Operator swasta.
Lihatlah, dari mana pemain yang akan ikut seleksi di sembilan  wilayah Indonesia untuk audisi menjadi pemain Timnas Indonesia U-17 untuk Piala Dunia 2023 di Indonesia? Jawabnya sudah pasti anak-anak yang ditanam, dididik, dilatih, dibina, hingga dirawat di SSB.
Siapa pun yang membaca artikel ini, saya sangat bersyukur bila Erick Thohir turut serta membacanya. Biar turut merasakan bagaimana selama ini sepak bola akar rumput cukup menderita ditelantarkan, tetapi hasilnya hanya dipetik gratisan. Jangankan ada penghargaan dalam bentuk biaya pembinaan. Siswa diambil pun dengan dalih surat keluar yang sama dengan gratisan.
2 tim gugur di LFP U-14
Kembali kepada LFP U-14 2023. Adanya kompetisi ini, sungguh saya sangat takjub. Artinya, saya terkejut, sebab sesuatu yang langka atau tidak terduga, dapat direalisasikan, di sepak bola akar rumput. Padahal, wadahnya sendiri (SSB) belum pernah diberikan kejelasan fungsi dan kedudukannya di PSSI. Tidak pernah ada regulasinya, kurikulumnya, hingga kompetisinya. LFP bukanlah kompetisi biasa, tetapi sudah ada beban untuk pembentukan moral dan karakter seluruh pelaku di dalamnya, yaitu sikap dan perbuatan fair play melalui sepak  bola.
LFP melibatkan 16 tim (SSB). Bila saya identifikasi keberadaan manajemen dan keorganisasian mereka, saya temukan indikator seperti:
(1) Secara manajemen, ada yang sudah sangat kuat. Ada yang baru belajar.
(2) Secara pembinaan siswa, ada yang pembinaan murni. Ada yang pemainnya hasil seleksi (pilihan).
(3) Secara struktur organisasi, ada yang benar. Ada yang asal jalan.
(4) Dari segi pendidikan, pelatihan, pembinaan, ada yang didik oleh guru/pelatih/pembina yang kompeten sesuai pendidikan dan lisensi kepalatihan. Ada yang jauh dari standar kompeten.