Dengan tim yang ada megabintangnya, plus bertabur bintang. Penyandang gelar Juara Dunia, berperingkat 1 FIFA. Ternyata Argentina tidak memilih tim-tim Asia atau Asia Tenggara lain yang lebih tinggi peringkatnya dari Indonesia.
Bahkan, tidak hanya memilih Indonesia, Argentina juga rela pergi sejauh 15.600 km demi dijamu timnas sepak bola Indonesia. Tentu hal ini, karena ada faktor lain, yang bukan hanya diketahui oleh publik sepak bola Indonesia. Publik sepak bola nasional pun tahu.
Inilah yang menjadi kemewahan bagi publik sepak bola Indonesia. Pun kemewahan bagi pihak-pihak yang menggunakan momentum ini sebagai kendaraan politik.
Untuk orang kaya
Kendati harga tiket menonton Timnas Sepak bola vs Timnas Sepak bola Argentina lebih murah dibandingkan dengan laga Australia vs Argentina, tetap saja, tontonan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada 19 Juni 2023 nanti, hanya untuk orang kaya dan untuk orang-orang yang punya kepentingan di Republik ini.
Terlebih, melihat kenyataan bahwa tiket hanya dijual sebanyak 60.000, campuran berbagai kelas, dengan harga termurah Rp 600.000, artinya masih ada 17.193 tempat duduk yang tidak dijual dari kapasitas  77.193 tempat duduk di SUGBK. Siapa yang beruntung mendapatkan kemewahan setiap 1 tiket dari 17.193 lembar tiket yang tidak dijual? Jawabnya pun mudah. Ada pihak-pihak yang akan merasakan kehormatan dan kemewahan dari gelaran laga ini.
Sementara, publik yang bisa dipastikan orang kaya (harta), untuk mendapatkan 1 tiket dari 60.000 tiket yang dijual bertahap selama 3 hari, harus "war", perang dan berjibaku dengan rakyat kaya yang lain, di dalamnya pun andil para calo tiket yang mengais rizki. Bisa jadi, calo ini pun ada yang membantu/menggaransi.
Momentum, realistis, bercermin
Kehadiran Messi dkk dalam gerbong Timnas Argentina tentu dan sudah pasti akan menjadi momentum bagi kebangkitan sepak bola Indonesia yang lebih luas lagi setelah di Kamboja bulan lalu melepaskan kutukan juara turnamen sepak bola selama 32 tahun setelah memenangkan medali emas SEA Games bulan silam.
Namun demikian, apa pun langkah yang kita lakukan, memang bila didasari dengan mengukur diri, tahu diri, sadar diri, rendah hati, tentu pihak di Indonesia akan berpikir realistis seperti pihak sepak bola di Malaysia yang kabarnya, lebih mementingkan realitas ketimbang publisitas.
Realitasnya, apa sih yang dapat diperbuat oleh Timnas dengan ranking 149 FIFA, lalu berani menghadapi Timnas Juara Dunia dan ranking 1 FIFA?