Cerdas berpikirlah secara komprehensif. Berpikir dampaknya sebelum mengucap dan bertindak. Bukan berpikir parsial demi keuntungan pribadi dan golongan, memutuskan secara sepihak dan melanggar kontrak.
(Supartono JW.Ramadhan8.1444H.30032023)
Ramadhan di Indonesia, penuh drama. Ramadhan hari ke-8 yang masih dalam fase Rahmat (kasih), justru masyarakat pelaku dan pecinta sepak bola nasional harus menjalani lakon dengan bersedih. Berikutnya, was-was menunggu hukuman FIFA yang dapat matikan mata pencaharian mereka.
Dihapusnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, yang tinggal menghitung hari jelang pelaksanaan. Justru, di bulan yang penuh berkah dan ampunan, ada anak bangsa yang melanggar komitmen dengan FIFA.
Mengapa penolakan justru jelang kick off Piala Dunia U-20 dan di saat umat Islam Indonesia sedang menjalankan Ibadah Ramadhan. Tentu ini peristiwa dunia yang tidak akan terlupakan bukan saja oleh rakyat Indonesia, tetapi oleh rakyat seluruh dunia.
Mengapa dihapus?
Apa yang ditakutkan publik sepak bola nasional terbukti. Rabu (29/3/2023) FIFA menghapus nama Indonesia dari nama Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023. Hal ini adalah hasil dari pertemuan antara Presiden FIFA Gianni Infantino dan Presiden Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick Thohir.
Alasan singkatnya, karena "keadaan saat ini di Indonesia," Â FIFA menghapus Indonesia sebagai tuan rumah FIFA U-20 World Cup 2023. FIFA pun akan segera mengumumkan siapa tuan rumah baru sesegera mungkin, dengan tanggal turnamen, tetap tidak berubah.Â
Sementara, potensi sanksi terhadap PSSI akan diputuskan pada tahap selanjutnya.
Di samping itu, FIFA juga menggarisbawahi bahwa, terlepas dari keputusan membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, FIFA tetap berkomitmen untuk aktif membantu PSSI. Bekerjasama erat dan dengan dukungan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam proses transformasi sepakbola Indonesia pasca tragedi yang terjadi pada Oktober 2022.
Anggota tim FIFA akan terus hadir di Indonesia dalam beberapa bulan mendatang dan akan memberikan bantuan yang dibutuhkan kepada PSSI, di bawah kepemimpinan Presiden Erick Thohir.Â
Pertemuan baru antara Presiden FIFA dan Presiden PSSI untuk pembahasan lebih lanjut akan dijadwalkan dalam waktu dekat.Â
Apa hikmahnya
Sejatinya, apa sebenarnya maksud FIFA dengan alasan karena "keadaan saat ini di Indonesia," Â FIFA menghapus Indonesia sebagai tuan rumah FIFA U-20 World Cup 2023? Apakah FIFA trauma dengan Tragedi Kanjuruhan? Atau FIFA marah karena ditolak, khususnya oleh Gubernur Bali, Gubernur Jawa Tengah, Partai Politik, dan pihak-pihak lain di Indonesia?
Namun, melihat pembatalan dilakukan setelah ada penolakan dari Gubernur, dan meski ada Tragedi Kanjuruhan, FIFA tetap komitmen menjalankan agenda Piala Dunia di Indonesia dengan melakukan inspeksi ke enam Stadion, maka dapat dipastikan, penghapusan Indonesia karena alasan penolakan hadirnya Timnas Israel U-20.
Kini nasi sudah menjadi bubur. Akibat penolakan beberapa pihak atas kehadiran Timnas Israel U-20, mimpi anak-anak Indonesia, bermain di Piala Dunia pupus. Mimpi publik pecinta sepak bola tanah air dapat menyaksikan calon-calon pemain sepak bola masa depan dunia pun hancur. Indonesia tercatat dalam sejarah Piala Dunia sebagai tuan rumah pertama kalinya, lenyap. Berikutnya sepak bola Indonesia menanti acaman sanksi dari FIFA.
Karenanya untuk apa menyesali nasi yang sudah menjadi bubur? Gara-gara adanya penolakan dan tidak dapat membedakan ranah politik Indonesia  dan olahraga sepak bola urusan FIFA, yang di dalamnya juga ada syarat politiknya, tetapi politik sepak bola. Beberapa pihak di Indonesia telah bermain api politik. FIFA pun memilik politik sepak bola sendiri yang tidak dapat ditawar dengan politik lain.Â
Beberapa pihak di Indonesia menolak karena berpegang pada komitmen politik. FIFA juga berpegang pada komitmen politik sepak bola.
Ada juga yang bicara FIFA menggunakan standar ganda, Rusia bisa di depak dari Piala Dunia, mengapa Israel tidak? Sekali lagi, sepak bola wewenang FIFA. Indonesia yang mengajukan diri menjadi tuan rumah dan sudah sepakat dengan komitmen/kontrak dengan FIFA.
Lalu, apa hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa ini? Hikmah adalah kebijaksanaan (dari Allah), sakti, kesaktian, arti atau makna yang dalam, manfaat.Â
PERTAMA: Masyarakat dan politikus bangsa ini wajib memahami tentang politik dengan sebenarnya dan apa tujuannya? Apa untuk kemaslahatan umat/rakyat atau hanya demi keuntungan diri sendiri dengan partainya, tetapi mudarat, merugikan umat/rakyat?
KEDUA: Partai dan politikus Indonesia wajib memahami betul tentang FIFA. Ini yang nampaknya tidak ada jiwa fair play (kesatria, jujur, wajar, adil) di diri politikus, partai, dan pihak yang menolak, dalihnya komitmen bangsa dan Negara sesuai Pembukaan UUD 1945. Tetapi tidak melihat aspek dan kepentingan lain, yang dapat menguntungkan rakyat Indonesia dari sisi olahraga sepak bola.
KETIGA: Masyarakat yang memiliki karakter mendahulukan kepentingan pihak lain/orang lain/negara lain (altruisme), jangan mengorbankan kepentingan masyarakat Indonesia (pelaku dan pecinta sepak bola) demi komitmen membela negara lain dengan berbagai dalih. Padahal masalah Palestina simpel, yaitu wilayahnya di duduki oleh Israel.Tidak ada kaitannya dengan agama, seperti yang diungkapkan oleh PM Palestina dan tersiar di media sosial.
KEEMPAT: PSSI jangan lagi menjadi alat dan kendaraan politik bagi pihak yang hanya mengambil keuntungan pribadi dan partai. Penolakan Gubernur dan partai politik jelas arahnya. Komitmen bangsa dan negara sesuai Pembukaan UUD 1945 dijadikan alasan, tetapi sebenarnya ini sangat lekat dengan tahun politik 2024. Apa ini bukan blunder bagi mereka? Tetapi, nampaknya mereka memang sedang menarik simpati pihak yang menentang Israel di Indonesia, karena mungkin signifikan dengan perolehan suara dan kursi. Miris.
Terkait hikmah pertama, selama ini ada pemahaman politik yang salah di tengah masyarakat kita. Bahwa benar, berbagai pihak menyimpulkan gara-gara masalah politik yang dicampuradukkan dengan sepak bola, Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
Namun wajib menjadi catatan, bahwa masyarakat Indonesia, selama ini terlanjur memahami tentang politik hanya sebatas yang berhubungan dengan Partai Politik,  Parlemen, Pemerintah. Tidak menyadari bahwa  makna politik itu bukan sekadar hal yang terkait dengan Partai Politik, Parlemen, dan Pemerintah.
Pemahaman sempit dan salah tentang politik, bahkan menjadi memilukan, memalukan, dan menunjukkan kebodohan, bila kita menyimak di grup-grup media sosial, terutama whatsapp (wa).Â
Banyak anggota grup yang tidak berkenan, tidak nyaman, bahkan marah, bila ada yang berbagi atau meneruskan 'sesuatu' berbau politik. Sebab, yang menancap di pikiran dan hatinya, kalau bicara politik, pasti urusannya Partai Politik atau Parlemen atau Pemerintah.
Selain karena pemahaman makna politik yang sempit, secara psikologis, anggota grup (baca: masyarakat) juga trauma bila berurusan dengan Partai Politik atau Parlemen atau Pemerintah, yang selama ini hanya butuh suara rakyat untuk mendapatkan kursi di Parlemen atau Pemerintahan, tetapi setelahnya, mereka lupa dan tetap membiarkan rakyat dalam penderitaan dan ketidakadilan.
Atas kasus Piala Dunia U-20 ini, ayolah masyarakat Indonesia, setop untuk berpikiran sempit tentang politik!
Pasalnya, sepak bola jelas-jelas selalu dijadikan alat politik, kendaraan politik oleh para pelaku terkait. Karena itu, pahami makna politik seutuhnya.
Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), politik adalah  (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan). Politik juga bermakna segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Selain itu, politik juga berarti cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah), kebijaksanaan.
Jadi, sesuai makna dan artinya, politik ini bukan hanya persoalan Partai Politik, Parlemen, dan Pemerintahan. Politik juga dimaksud sebagai siasat, Â cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah), kebijaksanaan. Hal ini dapat diterapkan di semua lini kehidupan, termasuk sepak bola.Tetapi, di Indonesia, sepak bola sudah dijadikan alat dan kendaraan politik.
Bila, nantinya masih terdengar ada anggota grup wa (masyarakat) bilang anti politik, maka yang bersangkutan adalah orang yang hidup, kehidupan, dan penghidupannya tidak memakai siasat, tidak memiliki cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah), tidak juga memiliki kebijaksanaan, karena miskin pikiran dan miskin hati. Rendah literasi, matematika, dan sains.
Pahami bahwa di setiap langkah kita, di dalam keluarga, di dalam pekerjaan, hobi, olahraga termasuk sepak bola, Â kehidupan di tengah masyarakat, bangsa dan negara, di dalamnya pasti ada politik, yaitu siasat, ada cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah), ada kebijaksanaan yang tujuannya untuk kemaslahatan (kebaikan) yaitu kepentingan dan keuntungan diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Atau tujuannya sebaliknya untuk hal yang mudarat (merugikan).
Kemaslahatan disini ialah untuk memelihara agama, akal, harta, jiwa, dan keturunan/kehormatan. Kelima hal ini merupakan kebutuhan pokok/primer yang menjadi tegaknya kehidupan manusia.Â
Sementara, mudarat adalah sesuatu yang tidak menguntungkan, rugi, tidak berhasil, gagal, merugikan, tidak berguna.
Apa hukuman FIFA?
Sejatinya, sebelum FIFA menghapus nama Indonesia, berbagai pihak sudah memprediksi bahwa FIFA sudah pasti akan mencoret Indonesia. Tandanya, FIFA telah membatalkan drawing atau pembagian grup negara peserta Piala Dunia U20 yang sedianya digelar di Bali pada 31 Maret 2023. Pembatalan ini merupakan buntut dari polemik pro-kontra keikutsertaan tim nasional Israel di Piala Dunia U-20.
Kini, prediksi sudah terbukti, dan publik sepak bola Indonesia yang sudah dikecewakan oleh anak bangsa sendiri karena pencitraan politik dengan menghalalkan cara menciderai hati pelaku dan pecinta sepak bola di tanah air, menanti ancaman berikutnya, yaitu sanksi FIFA bagi PSSI dan sepak bola nasional.Â
Sebab, Indonesia menjadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20, karena permintaan Indonesia. Lalu, Indonesia menang dalam pencalonan. FIFA pun menunjuk Indonesia dengan Perjanjian, Komitmen yang juga ditandatangani oleh enam Kepala Daerah, yang menjadi venue Piala Dunia U-20 di Indonesia. Penolakan Kepala Daerah yang kemudian menolak, jelas telah MELANGGAR PERJANJIAN dengan FIFA. Karenanya, sebab ini kesalahan dari pihak Indonesia yang melanggar janji/komitmen, maka hukuman FIFA bagi PSSI, dapat ditebak. Selain Timnas Indonesia U-20 pasti batal ikut Piala Dunia, hukuman lain juga menanti, sesuai kesalahan Indonesia, kemungkinan hukumannya adalah:
(1) Timnas Indonesia U-20 dicoret sebagai peserta Piala Dunia.
(2) Indonesia akan dibekukan FIFA
(3) Indonesia tidak bisa mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan kalender FIFA.
(4) Indonesia tidak akan memiliki kesempatan kembali untuk dipilih FIFA menjadi tuan rumah ajang olahraga sepak bola.
(5) Indonesia akan dicoret sebagai kandidat tuan rumah Piala Dunia 2034
Dampaknya,
(1) Federasi olahraga dunia akan mempertimbangkan untuk tidak memilih Indonesia sebagai tuan rumah pesta olahraga termasuk olimpiade.
(2) Indonesia akan dikecam karena bertindak diskriminatif mencampuradukkan olahraga dengan politik, dan
(3) Pemain, pelatih, wasit, klub dan masyarakat kehilangan mata pencaharian dan 500.000 orang lebih terdampak langsung kalau sepakbola Indonesia terhenti.
(4) Seluruh Timnas Indonesia, tidak boleh ikut serta dalam ajang sepak bola internasional, berdampak hilangnya potensi ekonomi hampir triliunan rupiah.
Namun, melihat komitmen FIFA yang akan tetap mendukung dan membantu sepak bola Indonesia, semoga kemungkinan-kemungkinan hukuman tersebut tidak akan diberikan oleh FIFA, kecuali hukuman yang sudah diterima, yaitu dihapusnya Indonesia sebagai tuan rumah dan batalnya Timnas Indonesia U-20 berlaga di Piala Dunia. Plus kemungkinan hukuman denda/ganti rugi karena Indonesia telah melanggar komitmen.Â
Siapa yang akan membayar denda/ganti rugi, bila benar FIFA menuntut? Mungkin para Gubernur, Partai  Politik, dan Pihak yang menolak, wajib bertanggungjawab.Â
Apalagi, bila FIFA sampai membekukan Indonesia, para aktor penolak ini juga wajib menggaransi masalah perut pelaku sepak bola nasional yang bergantung dari sepak bola, selama Indonesia dibekukan FiFA. Termasuk mengganti rugi moral dan meterial kepada pasukan Timnas U-20 yang telah mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, demi bangsa dan negara. Termasuk untuk pemain naturalisasi, juga wajib ada kompensasi.
Makanya, cerdas  berpikirlah secara komprehensif. Berpikir dampaknya sebelum mengucap dan bertindak. Bukan hanya berpikir parsial. Sudah begitu ada nuansa licik karena sekadar numpang pencitraan dari sepak bola, pun menghancurkan.
Demikian juga, berpikirlah sebelum bertindak untuk melangkah dalam hal apa pun, agar dampaknya membawa maslahat bagi rakyat/umat.
Kira-kira drama apa lagi yang akan digulirkan FiFA untuk Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H