Jawaban siswa: Kemarin wasitnya payah Pak, kita dicurangi, harusnya kita juga dapat 2 kali pinalti.
Sebelum siswa selesai menjawab, saya setop bicaranya.
Saya ulang, ya? Pertanyaannya: Tim U-16 kalah atau menang?
"Kalah, pak." Jawab siswa. Langsung saya setop. Nah, itu. Jawabnya kan sudah dikasih pilihan kalah atau menang. Jadi, tinggal jawab kalah atau menang.
Berikutnya, ada pertanyaan: Mengapa kalah? Nah, kamu boleh menjawab: wasitnya payah. dst.
Karena waktu terbatas, maka lanjutan materi efektif ini diterapkan dalam materi teknik dan speed hingga game. Secara urutan, telah memenuhi standar sebagai sebuah kegiatan yang ada nama sekolahnya, yaitu ada persiapan, ada presentasi, ada aplikasi, ada evaluasi.
Deskripsi bangsa ini?
Dari deskripsi tersebut, baik dalam permainan sepak bola mau pun kehidupan nyata, perbuatan dan tindakan tidak efektif, nyatanya masih menjadi budaya dan karakter buruk di negeri ini.
Tentunya, ini sebagai akibat dari terus tercecernya pendidikan rakyat Indonesia dari bangsa lain.
Akibatnya, rendah intelegensi dan personality, ibarat menjadi orkestra semesta Indonesia. Masyarakat kita sangat terbudaya tidak efektif. Hobi bertele-tele, hobi ngeyel, hobi sok jago, hobi sok pintar, hobi memanjang-panjangkan masalah, bukan mengecilkan dan menyelesaikan masalah. Hobi mendebat yang tidak perlu, dan malah menunjukkan kebodohannya, hobi egois, hobi individualis, hobi memanjangkan jabatan, hobi memanjangkan kekuasaan, hobi memanjangkan dinasti, hobi bergaya hedon, meski tidak mampu, dan hobi-hobi lainnya yang tidak efektif.
Lihat kasus tragedi Kanjuruhan. Kasus Ferdi Sambo, kasus kecelakaan mahasiswa UI, kasus membuat SIM, kasus BPJS, BBM, hingga kebijakan-kebijakan penting parlemen dan pemerintah, itu efektif untuk siapa, tidak efektif untuk siapa?