Tetap nampak bahagia, ceria, banyak senyum, tawa, gembira, padahal telah menyakiti hati dan pikiran orang terdekat, pihak lain, rakyat dengan sikap, perbuatan, dan perkataannya. Itu adalah deskripsi realita karena faktanya, hati dan pikirannya sudah untuk yang lain. Yang disakiti, tetaplah tabah dan sabar, tidak perlu membalasnya, sebab hidup di dunia ini, ada yang disebut KARMA.
(Supartono JW.13092022)
Menyakiti dan disakiti, adalah bagian dari drama kehidupan nyata manusia di dunia. Â Namun, sering terjadi, orang-orang yang telah bersikap, berbuat, dan berkata-kata yang menimbulkan sakit hati dan pikiran orang lain (suami/istri/anak/saudara/keluarga/teman/sahabat/rekan kerja/masyarakat), tetap bersikap bahagia, ceria, gembira, dllnya di hadapan orang-orang yang telah disakiti hati dan pikirannya.
Di parlemen, para wakil rakyat tetap saja terlihat senyum dan bahagia di depan kamera televisi dan wartawan, padahal karena sikap, perbuatan, dan kata-katanya, yang seharusnya memihak dan membela rakyat, justru ada yang menyakiti hati rakyat yang sedang terpuruk dengan langkah dan kebijakan yang tidak pro rakyat.Â
Mereka tetap dapat tersenyum bahagia, sebab realitanya, keberadaan mereka di parlemen banyak yang hanya kedok untuk rakyat. Padahal faktanya untuk kepentingan dirinya, kelompok, dan golongannya.
Di pemerintahan, pun setali tiga uang. Meski banyak kebijakan dan peraturan yang menindas, hingga rakyat terus berkubang dalam penderitaan dan ketidakadilan, mereka juga nampak tetap terlihat "cengengesan" di depan kamera televisi dan wartawan.
Berikutnya, di seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat pun sama. Orang-orang yang sikap, perbuatannya menyinggung perasaan dan menyakiti hati orang lain, tetap dapat tersenyum dan nampak bahagia di hadapan orang-orang yang telah disakiti hati dan pikirannya.
Dalam urusan cinta, bila salah satu pihak sudah memiliki tambatan hati kepada orang lain, maka sikap, perbuatan, dan perkataannya yang sangat menyakitkan bagi orang yang selama ini dicintai dan mencintai, tidak ada pertimbangan lagi.
 Sebab, hati dan pikirannya, realitanya memang sudah untuk tambatan hati barunya. Masa bodoh, dengan yang disakiti hatinya, mau sesakit apa pun, dia akan tetap dapat tersenyum dan bahagia di depan yang disakiti, karena yang ada dihati dan pikirannya, tambatan hati yang baru.
Pun dalam hubungan suami istri, bila salah satu pihak sudah memiliki tambatan hati yang baru (pacar baru/selingkuhan), maka sikap, perbuatan, dan kata-katanya yang menyakitkan hati dan pikiran pasanganya, Â memang sengaja dilakukan agar pasangannya paham, hati dan pikirannya sudah untuk tambatan barunya.
Sesakit apa pun hati pasangannya, si pemilik tambatan baru tidak akan peduli dan tetap akan dapat tersenyum dan bahagia di depan pasangan yang disakiti hati dan pikirannya, sebab, realitanya, dia sedang bahagia dengan pacar barunya/selingkuhannya.