Melihat fakta bahwa akibat Pilkada 2018 dan Pilpres 2019, rakyat Indonesia benar-benar sudah dibuat terpecah dan kini diambang disintegrasi bangsa, maka Pilkada 2020 tak menutup kemungkinan akan semakin menyulut tajamnya perpecahan rakyat.
Terlebih, di Pilkada 2020 kini partai penguasa di negeri ini juga sudah semakin merasa bahwa "dia" bak pemilik negeri yang terus menyuburkan praktik oligarki dan dinasti politik.
Siapa pun dan pihak mana pun yang mencoba mengusiknya, maka akan langsung dilawan dan diserang dari berbagai sudut sampai sering nampak terlewat apa akar masalahnya hingga ke luar dari jalur substansinya.
Bahkan partai ini pun bertekad mengawal dan mengamankan para kadernya dari gangguan lawan politik dan pihak oposan yang mengusik. Padahal para kader yang "katanya" terpilih dari suara rakyat, sudah menjadi pemimpin negeri dan daerah yang artinya sudah menjadi milik rakyat.
Lebih dari itu, pemerintahan dan parlemen yang kini dikuasai pun dibentengi oleh para influencer dan buzzer serta akun-akun anonim yang terus "ditugaskan" menekan rakyat yang mulai tak percaya kepada pemerintahan sekarang dengan berbagai komentar tak pantas di berbagai kolom media massa.
Untuk apa semua itu "mereka" lakukan? Barangkali memang demi memberikan "garansi" untuk para cukong yang telah membiayai "mereka".
Maka dari itu, pantas saja bila Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan bahwa dinamika pada dua gelaran pemilihan umum terakhir, yakni Pilkada 2018 serta Pilpres dan Pileg 2019, kontestasinya berlangsung sangat tajam, bahkan menyeret rakyat pada keterbelahan dan bahaya perpecahan.
"Dinamika kontestasi yang sangat tajam dan keras pada dua pemilu terakhir menyeret rakyat pada bahaya perpecahan anak bangsa merupakan sebuah realitas yang tak dapat kita pungkiri," kata Abhan dalam sebuah diskusi virtual, Senin (31/8/2020) seperti saya kutip dari Kompas.com.
Bahaya perpecahan anak bangsa yang terjadi bertolak dari politik identitas dan sentimen keagamaan yang terus menguat sehingga menghasilkan polarisasi, kelompok yang terus berlawanan dan berseteru. Dan, polarisasi itu sendiri berujung pada konflik sosial yang mengancam demokrasi dan disintegrasi bangsa Indonesia.
Harus diakui bahwa Pilkada 2018 dan Pilpres 2020, adalah titik awal dari dinamika kehidupan bangsa Indonesia yang tak berkarakter, mundur dan merosot akibat perseteruan politik yang yang ditunggangi berbagai kepentingan, pun terus terjajah oleh cukong dan taipan.
Sejatinya, atas kondisi yang terjadi sekarang, rakyat sudah sangat paham dan mampu membaca intrik-intrik politik yang dipraktikkan oleh partai politik dan para elitenya.Â