Kehadiran Shin Tae-yong (STY) untuk sepak bola Indonesia, jangan hanya dimaknai dengan raihan kemenangan. Bukan juga semata soal keberhasilan timnas U-19 dan timnas senior mendapat trofi atau tidak.
Publik sepak bola nasional mulai dari pengurus PSSI, para pelatih, para pesepak bola, para pembina sepak bola, dan masyarakat luas harus dapat melihat pembelajaran secara khusus dari seorang STY.
Pasalnya, STY juga manusia biasa. Bisa jadi ia akan mampu menyulap penggawa Garuda menjadi tim yang hebat. Namun bisa juga sebaliknya, penggawa Garuda akan tetap melempem meski sudah ditangani dengan berbeda oleh STY.
Kini, di tengah pandemi corona, khususnya timnas U-19 sedang dalam proses pembentukan penggawa Garuda yang sesuai harapan. Bila tolok ukur keberhasilan STY adalah kemenangan tim dan raihan trofi, STY juga masih jauh dari harapan.
Namun, demikian sejak STY membesut dua timnas sekaligus di Jakarta (senior dan U-19), dan kini sedang konsentrasi khusus untuk U-19 di Kroasia, sejatinya publik sepak bola nasional sudah menerima ilmu dan karakter sepak bola modern yang diusung STY ke Indonesia.
Semua ilmu yang tanpa disadari telah "berpandemi" seperti corona, artinya kini telah dipahami oleh publik sepak bola nasional.
STY telah mengajarkan bahwa sepak bola bukan sekadar teknik dan fisik, serta bukan pula karena bakat seorang pemain seperti paradigma sepak bola nasional yang mengakar kuat pada para pembina/pelatih/orangtua khususnya di sepak bola di akar rumput Indonesia selama ini.
Bahkan saat saya menyebut dalam artikel para pembina/pelatih/orangtua di sepak bola akar rumput hanya mementingkan teknik dan fisik, Nursaelan Santoso (asisten pelatih fisik timnas di bawah Indra Sjafri) bertanya kepada saya. "Apa benar, fisik diperhatikan?"
Artinya, menurut Nursaelan, sepak bola Indonesia pun kurang peduli kepada urusan fisik. Dan faktanya, timnas senior pun hampir selalu lemah fisik. Terakhir, dalam ajang kualifikasi Piala Dunia saja mereka jadi bulan-bulanan lawan karena fisik yang lemah.
Kini, publik sepak bola nasional harus bersyukur. Meski STY belum memberikan bukti prestasi kemenangan dan raihan trofi, saya mencatat STY sudah memberikan pembelajaran yang dapat diadopsi oleh seluruh publik sepak bola nasional. Lebih khusus untuk para pemilik klub, pemilik SSB dan akademi, serta para pembina, pelatih, orangtua, dan pemain di sepak bola akar rumput.
Pelajaran yang saya catat itu adalah, pertama, STY membangun pondasi karakter pemain timnas Indonesia di ranah intelegensi dan personaliti pemain.