Atas sikap KPK dan Kejakgung, publik memang jadi dapat menebak, bahwa kasus Pinangki ini memang sedang ada dalam "pengaturan" pihak tertentu yang kemungkinan demi menyelamatkan pihak-pihak yang terlibat.
Dengan sikap Kejagung yang ngotot mengambil alih penanganan dan sikap KPK yang menunggu inisiatif Kejakgung menyerahkan penanganan kepada KPK, menjadikan semangat publik yang menunggu benderangnya siapa saja okum-oknum di balik Djoko Tjandra, menjadi memudar.
Percuma Djoko Tjandra tertangkap, percuma Pinangki terjerat, namun siapa-siapa saja yang turut terlibat akan tetap menjadi sandiwara di tangan Kejakung yang bisa jadi juga sudah setali tiga uang dengan KPK.
Selain itu, saya juga membaca ada keanehan lagi saat anggota Komisi III DPR F-Gerindra Habiburokhman yang juga bicara kepada wartawan, meminta Kejaksaan Agung diberi kesempatan menggarap kasus ini. Menurutnya tak perlu terbur-buru untuk mengoper kasus Jaksa Pinangki ke KPK.
Lha, kok anggota DPR malah bicara seperti itu? Ini jelas ada udang di balik batu. Lebih memilukan, kok bisa dengan entengnya anggota DPR ini menyebut jangan buru-buru dan meminta Kejakgung diberi kesempatan, pada sesuai UU, kasus macam ini seharusnya siapa yang menangani!
Seperti kasus Harun Masiku yang kini bak ditelan bumi, maka publik pun yakin bahwa kasus Djoko Tjandra dan Pinangki ini, sedang dibuatkan skenario dan penyutradaraan agar pihak-pihak yang terlebat di atas Pinangki selamat. Indikasi lainnya, Gedung Kejakgung pun sudah sempat terbakar/dibakar.
Rasanya, berharap kasus korupsi ditangani dengan benar di Indonesia masih sebatas ilusi, sebab justru para institusi dan petugas penegak hukum di Indonesia masih "seperti ini".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H