Ternyata jawaban Sang menteri, "Saya sudah mengumpulkan 40 ribu data seniman yang akan segera mendapatkan BLT (bantuan langsung tunai)."
Wishnutama pun mengatakan bahwa sumbangan untuk seniman itu sudah dialihkan ke Kementerian Sosial.Â
Bila jawaban sang menteri seperti itu, jelas Butet para seniman dan budayawan pun pasti sedih dan sakit hati. Menteri ini ternyata, maaf, Â masih jauh dari memahami siapa itu seniman dan budayawan, ya? Tapi kok bisa jadi menteri di bidang ini?
Padahal seniman dan budayawan seperti yang diungkap Butet adalah bukan sekadar masalah orang berprofesi seniman lantas menerima bantuan sosial, tetapi ini masalah sebuah profesi, yang membutuhkan kebanggaan, penghargaan.
Dengan sikap dan cara berpikir Wishnutama, jelas bahwa dia menganggap seniman dan budayawan layaknya pengangguran dan pengemis yang sedang meminta pertolongan, sehingga bantuan sosial untuk seniman dan budayawan hanya sekadar digelundungkan, bukan dikemas dalam program yang bermartabat dan tetap menghargai profesi seniman dan budayawan dan itu akan menunjukkan bahwa Negara hadir karena menghargai karya-karya seniman dan budayawan.
Wishnutama pun sejatinya mungkin tak paham bahwa seniman dan budayawan, seperti perupa atau sastrawan bukanlah orang-orang yang mengharuskan dan diharuskan wajahnya dikenal melalui layar televisi. Walau sebagian nama seniman dan itu sudah amat populer di kancah nasional dan internasional.
Menteri yang kompeten
Dalam kesempatan tersebut, akhirnya Mahfud pun bertanya apa yang dimaui seniman dan budayawan di tengah Covid-19 ini. Dan, Butet pun mengusulkan
agar kementerian menggarap program seperti pameran seni rupa secara virtual, untuk menonjolkan karya karya seniman dan dibeli negara melalui anggaran bantuan sosial yang dialokasikan.
Butet mengungkap,
"Jumlahnya karya itu mungkin sama dengan besaran bantuan yang digelontorkan, tidak mengganggu anggaran. Tapi itu jadi wujud pengakuan negara pada karya seniman itu," ujarnya.
Lalu untuk apa negara membeli karya-karya itu? Menurutnya banyak kantor-kantor pemerintahan pada dindingnya memerlukan sentuhan interior. Ini bisa diisi melalui karya seniman yang dibeli. Juga saat pindah ibukota yang baru, menurut Butet juga akan lebih menarik dengan interior lukisan itu.
Itulah maksud Butet, dengan program yang dikemas dengan benar, seniman dan budayawan yang memiliki karya, akan tetap bermartabat dan dihargai, bukan dikasih bansos menggelundung seperti sedang mengemis.Â
Atas pengaduan Butet, Mahfud pun berjanji berjanji akan meneruskan keluh kesah ini kepada menteri terkait, meski tak menampik bahwa birokrasi yang saat ini terbentuk di pemerintahan masih wajah birokrasi warisan Orde Baru. Namun, Mahfud juga mengakui Kemenparekraf punya dana besar untuk seniman dan budayawan, tapi dititipkan Kemensos. Kok bisa begitu?