Kasus pencoretan pemain timnas U-19 dapat menjadi pembelajaran para pemain sepak bola usia dini dan muda di Indonesia, sepak bola akar rumput.
Dicoretnya Sutan Zico dari skuat timnas U-19, memang sempat menjadi pertanyaan publik sepak bola nasional, sebab, di tangan pelatih sebelumnya, Ziko adalah termasuk skuat inti.
Namun, di tangan pelatih baru, ternyata, belum lagi masuk dalam skuat inti, baru tahap seleksi awal dari 46 pemain yang dipanggil saja sudah menjadi pemain yang dicoret ditahap awal bersama 10 pemain lainnya.
Bahkan dalam media sosial maupun media massa, Sutan Zico pun mengungkapkan perasaannya setelah dicoret Shin Tae-yong dari pemusatan latihan (TC) Timnas Indonesia U-19 dan mengungkap tak berkecil hati dan tak mau larut dalam perasaan, serta mencoba bwrpikir jernih.
Ziko pun mengungkapkan bahwa pencoretan ini, ia jadikan sebagai pembelajaran diri. Masih ada kekurangan di dalam dirinya yang harus dibenahi, meski kecewa. Namun, tetap.harus berpikir positif, instrispeksi, dan memperbaikinya seperti disampaikan kepada awak media di Jakarta, Kamis (13/8/2020).
Dicoretnya Zico, dukungan moril pun mengalir. Saya lihat di Instagram Fakhri Husaini, mantan pelatihnya di Timnas Indonesia U-16 pun mendukung dan memberi suport bukan hanya kepada Zico, namun kepada 10 pemain muda lainnya dengan memberikan deskripsi pengalamannya saat menjadi pemain yang sudah kental dengan pengalaman dicoret dari timnas.
Namun, ada hal yang menarik, perlu saya angkat dan menjadi catatan khususnya bagi para pesepak bola muda Indonesia. Catatan itu saya rujuk berdasarkan penyataan Zico yang merasa aneh dan diperlakukan tidak adil setelah namanya dicoret dari daftar pemain Timnas Indonesia U-19 proyeksi Piala AFC U-19 2020.
Pernyataan Zico ini pun beredar di media massa dan media sosial serta menjadi perbincangan publik sepak bola nasional.
Saya kutip dari CNNIndonesia.com, Selasa (11/8/2020), Zico mengungkapkan:
"Kecewa sebenarnya dicoret dari Timnas U-19. Saya baru latihan tiga kali, itu juga masih latihan ringan belum masuk latihan inti, strategi atau internal game. Tiba-tiba ada pencoretan, kaget. Aneh sih menurut saya," kata Zico.
Atas pencoretan yang dirasa tidak adil itu, Zico pun mempertanyakan:
"Enggak adil. Pencoretannya sebelum ada internal game, masih latihan ringan. Menilainya dari mana? Kalau ada game dibagi dua tim terus saya main jelek enggak masalah (dicoret). Ini kan baru latihan ringan," ujar Zico.
Selain itu, Zico juga mempertanyakan dasar keputusan tim pelatih mencoret Hamsah Lestaluhu yang jelas belum menjalani latihan bersama.
"Hamsa yang belum latihan tiba-tiba dicoret bagaimana? Mau bilang apa sama orang tuanya belum latihan sudah dicoret," ujarnya.
Namun, atas kekecewaan dan merasakan diperlakukan tidak adil, ternyata Zico juga dapat menjawab sendiri mengapa dirinya dicoret, Hamzah dicoret, dan juga pemain lainnya, karena timnas memang memanggil 46 pemain, dan yang akan melanjutkan TC berikutnya hanya 35 pemain.
Kebesaran hati kesadaran Ziko pun tercermin dalam ungakapannya bahwa setiap pelatih punya selera yang berbeda-beda dalam mengatur strategi dan pemilihan pemain. Oleh sebab itu, Â di mata Zico, Shin Tae Yong adalah sosok pelatih yang tegas dan disiplin seperti yang dirasakannya ketika mengikuti TC di Chiang Mei, Thailand pasa Februari lalu.
Atas pencoretan ini Shin Tae-yong angat bicara:
"Mereka tidak bisa dikatakan kalah bersaing, namun kami harus mengurangi dan memilih pemain yang akan lanjut ke TC selanjutnya terutama ke luar negeri (Korea Selatan/Eropa)," kata Shin Tae-yong kepada CNNIndonesia.
Memang untuk masalah TC timnas U-19 ini sudah terpubliksi di media massa Indonesia bahwa timnas U-19 akan digembleng dalam TC lanjutan di luar negeri hingga mengikuti Piala AFC U-19 2020 yang akan berlangsung 14 hingga 31 Oktober mendatang di Uzbekistan. Sebab, penggawa muda yang juga menjadi cikal bakal timnas U-20 untuk Piala Dunia, tergabung di Grup A bersama tuan rumah Uzbekistan, Kamboja, dan Iran.
Tidak lazim, jangan titipan
Dicoretnya Zico dkk dengan cara yang tidak lazim seperti seleksi timnas pada umumnya, memang pantas menjadi perhatian. Sebab, sebelum Shin datang, selama ini, di tangan pelatih lain, meski seleksi timnas mulai dari perekrutan, proses, hingga pencoretan, selalu dilakukan dengan prosedur yang dirasa memenuhi azaz keadilan, tetap saja ada isu bahwa sebenarnya, semua prosedur tersebut hanyalah formalitas, karena siapa yang akan masuk skuat inti sudah ada dalam skenario.
Bahkan era kepelatihan Indra Sjafri dan Fakhri Husaini yang dipandang melakukan proses dengan benar, tanpa ada skenario dan titipan pun tetap sempat terkena gosip demikian.
Karenanya, Shin yang memang belum intens membesut timnas, apalagi sekarang langsung menangani dua kategori, kemudian melakukan pencoretan dengan tradisi proses seleksi yang jarang terjadi di Indonesia, membikin pemain dan juga publik pun kaget.
Berbeda dengan perekrutan pemain timnas di mancanegara. Seorang pelatih biasanya malah sudah menentukan pemain yang dipilihnya saat menonton kompetisi atau liga sedang berlangsung di negara bersangkutan. Lalu, saat pemanggilan pemain masuk TC timnas negaranya, sudah tidak ada pencoretan dan TC langsung dalam program latihan timnas, bukan seleksi pemain timnas.
Secara obyektif, pencoretan 11 pemain yang baru dilakukan selama tiga pertemuan pun bagi seorang Shin, sudah dirasa cukup, sebab hanya dengan melihat skill individu pemain saja, sudah dapat terbaca oleh pelatih. Bila ada pemain yang dicoret namun belum sempat turun ikut seleksi, mungkin ada pertimbangan lain, semisal masalah kebugaran pemain dll.
Jadi, cara Shin mencoret pemain yang tidak seperti tradisi TC timnas sebelum-sebelumnya, harus juga dipahami oleh pemain dan publik sepak bola nasional.
Menyoal kemungkinan adanya bisikan dari pengurus PSSI maupun tim pelatih lokal yang memengaruhi keputusan Shin dalam pencoretan karena ada pemain titipan, juga tidak mustahil terjadi, namun yang pasti, inilah "belantara" sepak bola, yang semakin wajib dipahami, dimengerti oleh setiap pemain dan publik sepak bola nasional ketika kursi pelatih berganti. Harus legowo.
Dari 35 pemain pun, akan ada lagi pemain yang dicoret saat turnamen berlangsung mengikuti regulasi yang ada.
Jadi, inilah pelajaran khususnya bagi pesepak bola akar rumput dalam suka dan duka meniti impian menjadi pemain timnas. Banyak faktor yang menjadi penentu apakah seorang pemain akan tetap menjadi pilihan bila pelatihnya berbeda.
Apakah seorang pemain akan tetap masuk tim dengan cara proses yang umum atau tidak umum karena setiap pelatih memiliki cara masing-masing dalam memproses skuatnya sebelum menjadi tim utama.
Lalu, seorang pemain juga sudah harus sudah terlatih mental. Siap senang saat berhasil, dan tetap bahagia saat gagal, karena menjadi pemain timnas memang harus memenuhi kriteria terbaik sesuai kriteria pelatih yang mengampunya.
Bagi pesepak bola akar rumput yang selama ini sudah terbiasa masuk tim dan menjadi pilihan pelatih baik dalam SSB maupun Sepak Bola, maupun tim sejenisnya dalam turnamen atau kompetisi, yakinkan bahwa kalian terpilih masuk tim, karena memang kualitas kalian, bukan karena kolusi dan nepotisme (titipan). Banggalah bila seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H