Para politisi dan elite partai di parlemen dan pemeritahan tak dapat jadi panutan, para pejabat dan pemimpin bangsa pun tak menjadi teladan. Krisis yang berkepanjangan dalam tataran komunikasi di negeri ini dan terus dalam kondisi degradasi.
Degradasi (kemunduran, kemerosotan, dan penurunan tentang mutu, moral, pangkat, dan sebagainya) karena komunikasi yang tak lulus, buruk, dan terus subur menjelang HUT Kemerdekaan RI, siapa yang harus bertanggungjawab?
Mengapa sebuah tujuan program kegiatan seringkali gagal tak mencapai target? Di antara banyak faktor penyebabnya, satu di antara masalah terbesarnya adalah gagalnya komunikasi di awal program kegiatan tersebut dirancang.
Sebagai sebuah catatan dan pengalaman nyata yang banyak saya dapati di lapangan adalah, kegagalan demi kegagalan komunikasi ini karena sudah terjadi, membudaya dan mentradisi khususnya di Indonesia yaitu pada saat anak-anak usia dini dan muda mengikuti proses pembelajaran tatap muka di dalam kelas. Akhirnya budaya tak disipilin dalam berkomunikasi ini terbawa hingga anak-anak menjadi dewasa dan terjun dalam lingkungan masyarakat dan bekerja sesuai bidangnya masing-masing?
Budaya dan tradisi apakah itu? Dia adalah budaya dan tradisi menjadi pendengar yang baik. Saya temui, banyak sekali guru-guru baik di tingkat SD, SMP, dan SMA sederajat, yang belum mampu menjinakkan siswa menjadi pendengar yang baik di dalam kelas.
Ironisnya, guru-guru semacam ini malah seringkali terus asyik tancap gas mengajar menyampaikan materi pelajaran, bukan malah mendidik melalui materi pelajaran tersebut karena dikejar target kurikulum dan alokasi waktu pembelajaran. Miris.
Kejadiannya adalah, saat guru terus berbicara dalam pembelajaran yang masih didominasi oleh kemampuan standar guru, yaitu ceramah, maka guru bicara, murid pun bicara bahkan konsentrasinya pun bukan pada materi yang sedang diajarakan. Dalam kondisi seperti ini, kebanyakan guru yang belum memiliki kemampuan profesional justru malah akan ada yang cuek atau malah stres karena para siswanya tidak bisa diam dan tidak bisa konsentrasi.
Jelas, siapa yang di sini dipersalahkan? Jelas si guru. Padahal, untuk membuat siswa diam dan kembali berkonsentrasi belajar, guru hanya perlu diam lalu tatap ke arah siswa yang tidak konsentrasi atau ngobrol dan bicara dengan temannya tidak memperhatikan pelajaran.
Hingga sampai detik ini, kejadian di kelas-kelas dalam KBM di semua jenjang pendidikan masih terjadi di Indonesia. Guru belum mampu menjadi pendidik sekaligus aktor/aktris sebenarnya dengan peran dan label bernama guru. Guru tak memiliki wibawa dan banyak diremehkan murid.
Bagaimana materi pelajaran akan masuk ke otak siswa, sementara kondisi KBM tak kondusif, guru pun sekadar menjalankan tugas menyampaikan materi tanpa berpikir mendidik perilaku siswa terutama menjadi pendengar yang baik melalui seluruh materi pelajaran.
Bahkan banyak kasus saya dapati, siswa merasa belum paham atau belum diajarkan, tapi guru sudah melakukan tes atau ulangan. Inilah awal mula gagal paham.