Sudah disindir, marahi, dan disentil oleh Presiden, tetap saja "membatu". Hingga hari ini, tetap saja anggaran Rp 695 triliun, baru terealisasi Rp 141 triliun. Mungkin memang menunggu direshuffle. Tapi kapan? Sebab, para menteri ini juga berasal dari partai-partai dan hasil dari pembagian kursi, sehingga tidak mudah bagi Jokowi untuk asal copot. Ada "sesuatu".
Apa sebenarnya yang dikerjakan para menteri pembantu Presiden Jokowi ini? Hingga hari ini, Pak Presiden jengkel lagi!
Nampaknya, pandemi corona yang menurut berbagai pihak dan masyarakat hanya dijadikan kendaraan mencari keuntungan sepertinya tak salah. Bahkan budaya mencari keuntungan bunga bank dari anggaran yang seharusnya dikucurkan demi program yang sudah digariskan, malah terus diendapkan dengan berbagai dalih. Inilah budaya dan tradisi para pejabat yang dipercaya untuk amanah kepada rakyat, tapi malah sebaliknya, terus membikin rakyat menderta.
Maka pantas bila Presiden Jokowi kembali dibuat tak senang dengan realisasi serapan anggaran yang sampai saat ini masih saja tak ada perubahan. Padahal, anggaran pemerintah saat ini sangat vital dibutuhkan untuk membantu masyarakat terdampak Covid-19.
Kejengkelan Jokowi ini ditegaskan di depan para menteri dalam ratas dengan topik pembahasan penanganan Covid-19 di Istana Merdeka, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/8/2020).
Kepada para menterinya, Presiden mengungkapkan:
"Saya melihat urusan realisasi anggaran ini masih sangat minim sekali. Dari Rp 695 triliun stimulus untuk penanganan Covid-19, baru 20% yang terealisasi. Rp 141 triliun yang terealisasi. Sekali lagi, baru 20% masih kecil sekali," kata Jokowi, dilansir mediaindonesia.com.
Bahkan dari data yang diterima Presiden, seperti saya kutip dari CNBCIndonesia.com, Senin (3/8/2020), serapan tertinggi berada di sektor perlindungan sosial sebesar 38%, kemudian program usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang baru mencapai 25%.
Presiden menambahkan:
"Hati-hati ini. Yang belum ada DIPA-nya saja gede sekali 40%. DIPA-nya belum ada. DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) saja belum ada, gimana mau realisasi?," ujarnya.
Bila faktanya kinerja para menteri masih belum sesuai harapan, sementara rakyat juga semakin menderita, mengapa Presiden hanya jengkel dan menyindir para menteri saja. Tidak ada tindakan tegas seperti yang selama ini sudah mendengung di telinga rakyat bahwa para menteri yang tidak amanah akan diganti.
Dalam ratas, Pak Jokowi pun hanya kembali bilang bahwa sejumlah kementerian maupun lembaga, sampai saat ini masih belum memiliki sense of crisis. Jokowi bahkan menyebut jajarannya masih terjebak pada rutinitas harian.
Bayangkan, corona sudah mendera dan jalan lima bulan di negeri ini, namun anggaran yang diserap baru 20 persen. Memang, boleh dibilang para menteri ini keterlaluan.
Meski Jokowi mengungkapkan bahwa di kementerian, di lembaga, aura krisisnya betul-betul belum. Masih  terjebak pada pekerjaan harian dan tidak tahu prioritas, apa ini juga bukan sekadar "sandiwara?"
Sebab, setelah Jokowi marah yang tayangannya baru dipublikasikan sekian hari kemudian, kini dalam ratas Jokowi pun kembali jengkel lagi dengan persoalan yang sama.
Barangkali inilah mengapa lahir deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), karena faktanya para menteri kabinet kedua Jokowi ini, benar-benar belum mampu mengemban amanah dan terus membiarkan rakyat menderita di tengah pandemi corona yang terus menggerus kasus.
Apakah harus sampai Presiden jengkel yang ketiga kali, anggaran untuk corona lalu disalurkan, tidak terus diendapkan?
Sebenarnya apa yang ada dalam pikiran dan hati para menteri ini, hingga anggaran yang sangat dibutuhkan untuk penanggulangan corona, sudah ada, tinggal dicairkan saja, masih harus dengan prasyarat dan prosedur bermacam-macam dan "dalih".
Harusnya para menteri ini mungkin dijadikan kembali menjadi rakyat jelata dulu, agar dapat merasakan betapa menderitanya rakyat akibat dari corona baik dari sisi ekonomi dan sosial.Â
Sudah disindir, dimarahi, dan disentil oleh Presiden, tetap saja "membatu". Hingga hari ini, tetap saja anggaran Rp 695 triliun, baru terealisasi Rp 141 triliun. Mungkin memang menunggu direshuffle. Tapi kapan? Sebab, para menteri ini juga berasal dari partai-partai dan hasil dari pembagian kursi, sehingga tidak mudah bagi Jokowi untuk asal copot. Ada "sesuatu".
Kira-kira, kapan Presiden akan jengkel lagi? Kira-kira kapan anggaran akan segera diserap? Corona kata WHO masih akan bertahan bertahun-tahun, jadi anggaran Rp 695 triliun saja yakin, akan tak cukup.
Tapi, jangankan menambah anggaran, anggaran yang ada sekarang saja dibuat "irit" oleh para menteri.Â
Sudah sikap dan kebijakannya tak dapat diteladani, anggaran saja juga dipersulit pencairannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H