Bahkan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhyiddin Junaidi menyoroti pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2020 menjadi UU. Muhyiddin menilai pengesahan aturan itu sebenarnya telah membabat habis dan mengebiri wewenang DPR sebagai wakil rakyat. Kepercayaan rakyat pada DPR telah luntur. DPR justru lunak dalam pengesahaan UU nomor 1 tahun 2020. Padahal ia merasa aturan itu berdampak negatif buat rakyat.Â
"Kini giginya (DPR) sudah ompong bagaikan singa tua. Ia hanya kelihatan gagah dan menakutkan tapi sudah powerless," kata Muhyiddin dalam keterangan resminya, Jumat (15/5).Â
Muhyiddin juga sangat kawatir dengan pemerintahan sekarang yang tanpa pengawasan, otoriter, dan tak bisa dikendalkan karena kebijakan yang amburadul dan sewenang-wenang, menyebabkan rakyat sengsara. Bahkan menurutnya tak menutup kemungkinan menciptakan frustasi massal.Â
Apa yang diungkap Muhyiddin memang cukup berdasar. Namun, andai benar rakyat yang kini semakin frustasi, namun tidak ada yang dapat diharapkan berpihak dan membela rakyat, maka bila rakyat benar-benar sudah tak sabar dan marah karena dijajah oleh anak bangsa sendiri, ini yang kita takutkan.Â
Perlu kita ingat, negeri ini sudah merdeka 75 tahun. Kemerdekaan pun direbut oleh para pahlawan yang gagah berani melawan penjajah dengan modal senjata bambu runcing plus taruhan darah dan nyawa.Â
Namun, faktanya, hingga kini rakyat masih banyak yang menderita dan terus dijajah oleh anak bangsa sendiri yang kini memimpin negeri dengan kebijakan dan peraturan yang otoriter dan penuh kekuasaan.Â
Berbagai pihak yang berani menentang atau melawan pun akan dibikin "diam". Padahal mereka duduk di singgasana yang menjelma bak "kerajaan" negeri ini karena suara rakyat.Â
Di luar dari berbagai kebijakan dan peraturan yang terus meresahkan rakyat dan kini negeri ini seolah dipimpin oleh seorang raja, coba tengok apa peraturan yang membikin Wakil MUI angkat bicara?Â
Diketahui, (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang diresmikan DPR sebagai UU mengatur tentang kebijakan keuangan dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona.Â
Bentuknya di antaranya bantuan sosial, stimulus ekonomi untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan koperasi, serta antisipasi terhadap sistem keuangan. Ternyata, di dalamnya ada sejumlah pasal yang bermasalah dalam UU tersebut, di antaranya, substansi Pasal 27 menghilangkan pengawasan konstitusional oleh DPR.Â
Akibatnya, membuat lembaga yudisial pun tidak bisa menyidangkan perkara mengenai penyimpangan yang bisa saja dilakukan pejabat publik dalam penanganan COVID-19.Â