Kemudian, untuk Deputi Sekjen 1, yang nantinya akan mengurusi timmas berbagai kelompok usia, pembinaan usia dini, termasuk hak siar broadcasting, web, dan pengembangan inovasi sepakbola, ini layak diemban oleh Rezza, sesuai dengan sepak terjangnya selama ini.
Untuk Deputi sekjen 2, nampaknya cocok untuk posisi Budi, yang sudah ada jam terbang menjadi Deputi Sekjen sebelumnya, pun pengalaman lain di luar PSSI yang selama ini sangat mendukung profesionalisme tugas-tugas Deputi 2.
Sementara Direktur Keuangan dan Bisnis nantinya akan mengurusi alur keuangan PSSI  yang tugasnya akan terkonsentrasi menjabat sebagai  Direktur Keuangan dan Bisnis PSSI, mengurusi alur keuangan PSSI yang saat ini masih belum benar, mampu membawa iklim investasi yang bagus untuk PSSI ke depan dan dekat dengan para pengusaha, maka kursi ini cocok untuk Aldi sesuai pengalaman dan pekerjaannya selama ini.Â
Selebihnya, publik sepak bola nasional nantinya juga akan dapat turut menilai dan memberi masukan, apakah memang empat calon ini benar-benar cocok? Sebab, jejak digital mereka juga sangat mudah dilacak.
Masukan publik, politis, dan wibawa Ketum
Meski kini, PSSI telah memiliki empat kandidat yang sementara memiliki nilai tertinggi tersebut, PSSI juga masih ingin memastikan bahwa mereka memilih kandidat sesuai profesionalisme dan kebutuhan secara tepat. Tidak salah pilih.Â
Karenanya, meski pemilihan calon ini menjadi wewenang Ketum PSSI dan jajarannya, Ketum tidak main-main memilih calon. Sepertinya, cara pemilihan ini mengingatkan pada pola pemilihan menteri dan jajarannya dalam Kabinet Presiden Jokowi.
Bila empat calon kandidat tersebut pada akhirnya ada yang tetap tidak bersedia bergabung dengan PSSI, atau sebaliknya malah kalah nilai dengan kandidat lain, maka kandidat terbaiklah yang akan tetap dipilih.Â
Meski kini nilai tertinggi dipegang oleh empat kandidat tersebut, PSSI juga memiliki calon kandidat lain, meski tetap berharap empat sosok muda ini yang bergabung.
Memang ada harapan publik bahwa PSSI yang selama ini menjadi "sarang" individu/kelompok menjadi sekadar kendaraan untuk tujuan politiknya, tidak lagi dihuni oleh pengurus/pejabat yang memiliki latar belakang partai politik. Tanpa ada bicara partai politik saja, selama ini PSSI sudah identik penuh dengan intrik dan politik, pengurus selalu berbenturan, hingga nir prestasi.
Namun, seandaianya Ketum PSSI memiliki kapasitas yang memadai sebagi Ketum, berwibawa, dan berkharisma, maka tentu akan mudah mengendalikan biduk organisasi PSSI hanya satu arah visi-misi dan tujuan. Siapa saja yang tidak satu visi-misi dan tujuan, jangan dibiarkan lama duduk di dalam, segera setop atau berhentikan.