Itikad baik warga masyarakat secara pribadi, lembaga, instansi, pemerintah daerah, hingga pemerintah pusat dalam memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak secara ekonomi kepada masyarakat memang harus disikapi secara arif.Â
Namun, sejak pandemi corona menerjang Indonesia, belum nampak lembaga/instansi yang melaporkan hasil pengumpulan donasi dan pelaporannya. Pun pemerintah, belum ada informasi, berapa anggaran yang telah dikucurkan dan itu anggaran dari mana, yang terpublikasi kepada masyarakat.Â
Kini sering kita lihat masyarkat secara pribadi bagi-bagi bantuan terutama dalam bentuk sembako justru di lakukan di jalan-jalan raya yang pada akhirnya menimbulkan kegaduhan dan kerumunan warga.Â
Selain itu, bantuan langsung yang diberikan di jalanan, juga menimbulkan perasaan lain bagi masyarakat yang ada di perkampungan padat yang tidak pernah terjamah oleh para donatur pribadi ini, meski mereka juga sama-sama rakyat yang sangat membutuhkan bantuan.Â
Tak terkecuali, Presiden Jokowi pun ikut turun ke jalan membagi sembako secara langsung. Tak pelak, aksi Jokowi juga mendapat banyak respon negatif dari masyarakat karena dianggap mengingkari peraturan yang dibuat sendiri di tengah wabah corona.
Di samping para donatur pribadi yang tidak perlu membuat laporan kepada publik karena menyumbangkan harta pribadinya, kini juga tidak terhitung berbagai kelompok, lembaga, instansi yang juga secara terbuka turut menghimpun dana untuk bantuan masyarakat.Â
Banyaknya pihak yang baru muncul dan turut serta menggalang dana, ternyata juga banyak yang tidak melalui prosedur perizinan sesuai peraturan yang berlaku, sehingga, pihak-pihak yang turut andil membantu ini, malah justru dicurigai oleh masyarakat, sebab dikira ikut-ikutan mengambil keuntungan di tengah musibah.Â
Lebih santer lagi, pertanyaan masyarakat, apakah bantuan dalam bentuk sembako dari pemerintah daerah maupun pusat, setiap isi paketnya benar sesuai harga yang dijanjikan.Â
Pertanyaan berikutnya, siapa pihak yang memenangkan tender untuk menjadi penyedia barang-barang paket sembako itu? Sebab, paket sembako yang diberikan baik oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat, Â nilainya hingga triliun rupiah dan sangat rentan terjadi kongkalikong dan korupsi untuk pengadaannya.Â
Atas kondisi ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan institusi pemerintah lainnya untuk transparan dalam mengelola dana bantuan atau sumbangan yang diterima terkait penanggulangan wabah covid-19.Â
Segala bentuk sumbangan wajib diadministrasikan dan dipublikasikan agar masyarakat bisa turut mengawasi. "Instansi dapat memanfaatkan situs resmi yang dikelola oleh masing-masing instansi untuk memublikasikan kepada masyarakat terkait penerimaan dan penggunaan bantuan yang diterima. Melalui situs tersebut, instansi juga disarankan agar melakukan pemutakhiran data setiap hari sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta kepada media, Rabu (15/4).Â
Apa yang diungkap oleh Ketua KPK juga ibarat gayung bersambut, sebab masyarakat pun hingga kini hangat membicarakan hal ini.Â
Karenanya, anjuran komisi antirasuah yang tertuang dalam surat resmi KPK tertanggal 14 April 2020 yang dikirimkan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat nasional maupun daerah dan juga kepada pimpinan kementerian/lembaga/pemda dan instansi terkait lainnya benar-benar harus ada tindak lanjutnya.Â
Firli menjelaskan, surat tersebut juga untuk menjawab keraguan sejumlah instansi pemerintah akan potensi gratifikasi atas penerimaan sumbangan sebagai bentuk partisipasi dari masyarakat, baik berupa uang, barang habis pakai, maupun barang modal kepada kementerian/lembaga/pemda dan instansi pemerintah lainnya.Â
Sebab, sumbangan bantuan bencana dalam berbagai bentuk sepanjang ditujukan kepada kementerian, lembaga, pemda maupun institusi pemerintah lainnya bukan termasuk gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12B UU Tindak Pidana Korupsi.Â
Sejatinya, sumbangan dapat diterima karena bukan tergolong gratifikasi yang dilarang. Menurut Firli, sumbangan tidak perlu dilaporkan kepada KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi. Namun demikian, lembaga atau institusi pemerintah sebagai penerima sumbangan perlu memastikan bahwa tujuan pemberian sumbangan adalah ditujukan kepada lembaga atau institusi, dan bukan kepada individu pegawai negeri atau penyelenggara negara.Â
Untuk itu, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pengumpulan dan penyaluran sumbangan terkait pandemi Covid-19 agar berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) supaya penggunaannya tepat guna dan tepat sasaran.Â
Selain itu, metode dan tata cara pencatatan sumbangan agar mengacu kepada peraturan yang berlaku.Â
Semoga itikad baik perseorangan, kelompok dan lembaga di luar instansi pemerintah serta pemerintah daerah dan pemerintah pusat benar-benar mengindahkan hal ini, agar setelah pandemi corona selesai, tidak terjadi kisruh donasi yang diselewengkan dan anggaran yang direkayasa dan terjadi korupsi.Â
Lebih dari itu, secara fakta, masyarakat sangat berharap agar para donatur benar-benar menyumbangkan uang dan hartanya tepat sasaran.Â
Bila menyalurkan donasi tepat ke pihak yang dapat dipercaya atau bila menyalurkan secara langsung ke masyarakat juga tepat sasaran dan tidak membikin gaduh.Â
Untuk pemerintah daerah dan pusat, benar-benar memastikan, bantuan paket untuk masyarakat isinya sesuai nominal harga paket yang telah dipublikasikan. Lalu pengurus RW dan RT juga membantu menertibkan, mana warganya yang benar layak dapat bantuan dan mana yang tidak, sebab masih ada prosedur bantuan sosial (bansos) setiap warga justru diminta mendaftarkan diri secara online dengan nomor kartu keluarga. Ini akan sangat rentan, bansos jatuh kepada masyarakat yang tidak tepat.Â
Sementara rakyat yang benar-benar butuh bantuan malah tidak mendapat jata karena diserobot oleh masyarakat lain. Dan faktanya, juga banyak warga pendatang yang hanya tinggal numpang atau mengontrak, namun tetap tidak mendapat bantuan, karena tidak tercatat sebagai warga. Sungguh serba susah dan serba salah bagi kelompok masyarakat pendatang yang bekerja di sektor informal. Pulang kampung, masalah, tidak pulang kampung susah makan, bantuan pun tak datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H