Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Sikap dan Karakter Ilmiah Warganet atau Netizen Indonesia

14 April 2020   13:22 Diperbarui: 14 April 2020   13:33 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan warganet atau netizen Indonesia namanya, bila ada berita yang diteruskan atau  di share hasil copas di medsos dari anggota lain, terutama whatsapp (wa), tidak langsung ikut latah dan sok ikut-ikutan turut menyebarkan informasi yang belum tentu fakta, belum tentu benar, dan valid. 

Budaya yang kini sangat kentara adalah, netizen yang bebas "menghuni" medsos tanpa syarat dan ketentuan, akhirnya tidak pelak dihuni oleh warganet yang lemah analisis, lemah kecerdasan intelegensi, dan lemah kecerdasan emosional, sangat jauh dari sikap dan karakter ilmiah. 

Karenanya, bila ada netizen lain menyebarkan atau meneruskan informasi/berita hasil sebaran dari orang lain yang juga sekadar copas, akhirnya membikin netizen lain juga tak dapat menahan diri untuk langsung memviralkan berita tersebut. 

Padahal, informasi/berita tersebut belum tentu benar. Lebih parahnya, karena sok tahu dan latahnya, maka ketika ada informasi/berita dalam berbagai bentuk diviralkan oleh netizen lain, tanpa ada upaya membaca atau melihat secara tuntas informasi/berita tersebut dari awal hingga akhir dan menganalisis itu benar atau salah, kemudian mencari referensi lain yang mendukung kebenaran informasi/berita terkait, langsung saya membagikan ke warganet lain baik perorangan maupun grup. 

Sebagai contoh, beberapa hari ini beredar narasi FBI menangkap profesor dari Harvard dan Ketua Biologi Kimia yang bekerja dengan Universitas di Wuhan, China. Hal ini dikaitkan dengan pembuatan virus corona. 

Luar biasanya, narasi dalam bentuk video tersebut begitu cepat beredar. Narasi yang diunggah akun Timothy Simamora di facebook melalui video berdurasi 2 menit 20 detik, bahkan berisi konferensi pers FBI soal penangkapan profesor kimia biologi dari Universitas Harvard dengan dua warga negara China dengan bunyi sebagai berikut: "FBI Mengumumkan Penangkapan Profesor Harvard dan Ketua Biologi Kimia yang Tertangkap Bekerja dengan Universitas Cina di Wuhan, Cina." 

Kesannya, informasi tersebut sangat valid dan benar, namun setelah diverifikasi, informasi tersebut tidak benar, tidak fakta. Dilansir dari cekfakta.com, telah ditelusuri kebenaran penangkapan profesor dari Harvard dengan mesin pencari dengan memasukkan kalimat 'FBI arrested Harvard Professor', hasilnya: didapati fakta bahwa pada 28 Januari 2020 dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat soal penangkapan Charles Lieber dan dua warga negara China bernama Yanqing Ye dan Zaosong Zheng bukan karena virus corona. 

Ketiganya ternyata didakwa dalam tiga kasus yang berbeda dan tidak terkait dengan perguruan tinggi di Wuhan. Dalam dakwaan, Charles Lieber didakwa akibat membuat pernyataan salah, data fiktif, dan pemalsuan visa. 

Lieber memang bekerja di sebuah Universitas di Wuhan, kota tempat covid-19 pertama kali muncul. Tapi, Departemen Kehakiman Amerika membantah mereka mendakwa Lieber atas tuduhan terlibat dalam pembuatan covid-19. 

Dengan demikian, berdasarkan penelusuran, dapat disimpulkan konten yang diunggah akun facebook Timothy Simamora sesat atau konten yang menyesatkan, namun hingga kini, konten tersebut masih terus disebarkan oleh netizen Indonesia. 

Contoh lain, saat kelompok musik Bimbo juga turut andil dalam kisah virus corona, dan membuat lagu corona. Belum lagi ada pers confren menyoal lagu tersebut, tapi video lagu corona Bimbo bahkan sudah beredar di berbagai chanel youtube dengan bumbu, Bimbo sudah bikin lagu corona 30 tahun yang lalu. 

Luar biasa payah, kan? Wahai netizen, warganet, bijaklah mengelola informasi/berita, selalu mericek fakta, data, dan kebenaranya. Baca, lihat, tonton dengan benar, dari awal sampai akhir. 

Pahami, analisis, dan simpulkan oleh diri sendiri dulu. Lalu, cari referensi pembanding atau yang menguatkan. Bila ternyata benar dan valid, dan perlu disebarkan dan diinformasikan ke warganet lain demi kebaikan, maka akan menjadi berita yang membawa manfaat. 

Memang, menjadi pengguna medsos, tidak perlu ijazah/SIM yang didapatnya harus ada proses ujian karya tulis, karya ilmiah, tesis, disertasi dll hingga ujian praktik atau semacamnya sebagai syarat untuk lulus. 

Tetapi, diri kitalah yang seharusnya menjadikan kita sebagai penyaring berita, sebagai redaktur berita, hingga pantas berada dalam penggunaan medsos serta berperan aktif dalam dunia maya. 

Sungguh, di tengah wabah corona, semakin kentara betapa lemahnya sikap dan karekter ilmiah warganet/netizen Indonesia. Itulah fakta hasil pendidikan kita sampai sekarang, hingga selalu pun terpuruk dari penilain PISA, karena tertinggal dalam membaca, matematika, dan sains. 

Bagaimana ini Mas Nadiem. Jangan sampai merdeka belajar semakin, membikin siswa dan mahasiswa semakin jauh dari dunia ilmiah. Mau bukti? Coba dikalkukasi atau disurvai atau diteliti kondisi ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun