Pandemi corona telah menjadi bencana bagi dunia, tak terkecuali Indonesia. Kini semua aspek kehidupan, cukup telak, terimbas karena persebarannya. Tak terkecuali bagi salah satu olahraga yang paling banyak digemari masyarakat umumnya di dunia dan khususnya di Indonesia.Â
Atas kondisi ini, dalam obrolan santai saya dengan Supriyono Prima via media whastapp, Minggu malam (12/4/2020), mantan pemain Timnas Primavera ini, berharap segenap pelaku sepak bola nasional, khususnya anak-anak  sepka bola akar rumput (usia dini dan muda), dapat menjadi kuat mentalnya karena mengambil hikmah dari bencana wabah corona.Â
Menjaga mental anak
"Kepada para pembina/pelatih/orangtua Sekolah Sepak Bola (SSB) diharapkan dapat menjaga mental anak-anak untuk tetap semangat dan bisa menerima sebuah keputusan dalam situasi seperti ini."
Supriyono juga menambahkan, agar semua stakeholder saling bersatu, menguatkan, dan mendampingi anak-anak agar jangan sampai mimpi mereka merasa terbunuh dengan adanya covid 19, sebab pembinaan sepak bola akar rumput di Indonesia sedang dalam gairah, sebelum wabah datang.Â
Namun, setelah corona datang, latihan reguler terhenti, festival, turnamen, hingga kompetisi pun dihentikan. Bahkan, belum ada yang tahu, kapan corona akan lenyap dari Indonesia.Â
"Mental anak-anak harus dijaga, harus tetap diberikan semangat, dapat belajar dan menerima keputusan sulit seperti sekarang ini. Mimpi mereka akan tetap hidup setelah wabah usai," ujarnya penuh harap.Â
Supriyono pun mengungkapkan bahwa situasi sulit sekarang ini, khususnya untuk dunia sepak bola, hampir mirip dengan peristiwa yang pernah dialaminya.Â
Bisa jadi, peristiwanya banyak publik sepak bola nasional yang tidak tahu. Karenanya, di saat kondisi sulit seperti sekarang ini, dia pun mencoba berbagi kisah yang tak mungkin terlupakan, namun membawa berkah dalam kehidupannya.Â
Covid 19 mirip kisahnya
Saat itu, setelah sukses menjadi bek sayap andalan Timnas Primavera di tahun 1990-an, ternyata di usianya yang masih sangat produktif, baru 23 tahun, terpaksa harus mengambil keputusan sulit, pensiun cepat dari ingar bingar sepak bola nasional. Apa pasalnya?Â
Ketika itu, dia terpaksa pensiun lantaran kompetisi dihentikan akibat situasi force majeure. Kerusuhan di Indonesia yang terjadi pada Mei 1998, membuat kompetisi sepak bola nasional harus terhenti. Kompetisi musim 1998/99 juga tak jelas akibat peristiwa rusuh.Â
Sementara rekan-rekan seangkatanya masih tetap bergelut dengan sepak bola, Supriyono pun harus memilih jalan selain menjadi pesepakbola. Dia memutar otak untuk bisa melanjutkan hidup selain dari sepakbola.Â
Gayung pun bersambut, sebab keluarga punya "modal" resep ayam goreng rahasia dan bisa dikembangkan. Akhirnya ia pun memutuskan untuk buka usaha rumah makan yang mengandalkan menu ayam goreng, dan ternyata sukses.Â
Bila dihitung, hingga kini usaha Supriyono sudah berjalan sekitar 20 tahun. Rumah makannya bernama Ayam Nikmat, yang terletak di Jalan Sunda, Bandung. Rumah makan ini cukup terkenal di Kota Kembang, dan termasuk ke dalam restoran yang menjadi favorit pemburu kuliner. Omzetnya pun terbilang besar.Â
Sejatinya, usaha ayam goreng ini, juga sempat dibuka di Jakarta, namun karena biaya operasional tinggi, akhirnya ditutup dan fokus mengembangkannya di Bandung. Meski memutuskan pensiun dari sepak bola dan membuka usaha kuliner, ternyata tenaga dan pikiran Supriyono sebagai mantan pemain timnas handal, membuat media televisi menariknya menjadi komentator sepak bola nasional.Â
Demi terus menjaga kecintaanya terhadap sepak bola, ia pun turun gunung dan mengabdikan diri di kawah candradimukanya sepak bola nasional dengan mendirikan SSB Bintang Primavera Bandung. Terus menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk sepak bola usia dini dan muda, Supriyono pun mondar-mandir Bandung-Jakarta, demi turut membina dan melatih di SSB Matador Mekarsari.Â
Apa yang terjadi pada Supriyono, ibaratnya kini sedang menimpa anak-anak usia dini dan muda khususnya, serta sepak bola nasional Indonesia pada umumnya. Bila ia sampai banting setir pensiun dari sepak bola akibat peristiwa kerusuhan Indonesia, maka Supri pun berharap agar anak-anak Indonesia belajar dari peristiwa ini dan mengambil hikmahnya.Â
Selain untuk anak-anak sepak bola akar rumput, Supri pun berpesan agar para pelaku sepak bola nasional, khususnya untuk pemain, pelatih, dan ofisial, menyiapkan diri dengan usaha lain, sebagai persiapan saat sudah pensiun dari sepak bola.Â
Salah satu tren negatif yang menghinggapi pemikiran para pesepakbola untuk membuka usaha, diungkapkan Supriyono, adalah gengsi dan takut. Gaya hidup yang sempat dilakoni para pesepakbola, pastinya akan bergeser jika mereka menjadi pengusaha rumah makan atau melakoni profesi lain.Â
Jadi, dari hikmah adanya virus corona ini, intinya, nanti setelah virus usai, jangan gengsi. Ketika mulai membuka usaha, saya masuk ke pasar. Pilih bumbu, ayam, dan lainnya, sendiri. Saya juga belajar masak dan sekarang bisa mengolah ayam goreng sendiri. Pesepakbola tak boleh gengsi dan takut.Â
Dengan situasi sekarang, mereka harus siap dan punya modal untuk bekal pensiun nanti. Selain banting setir jadi pengusaha kuliner, Supriyono juga mengungkapkan, meski memiliki SSB sendiri, belum tentu juga lahannya menjanjikan. Sebab, iuran dari siswa belum tentu mencukupi kebutuhan hidup. Jadi, tetap harus memiliki alternatif usaha lain.Â
Khusus kepada anak-anak SSB di Indonesia, Supriyono Prima berpesan? "Covid 19 jadikan moment untuk kalian lebih dewasa dalam memahami situasi bahwa dalam sepak bola ada teknis dan non teknis. Tetap semangat, walau sulit untuk bisa menerimnya. Perjalanan masih panjang. Tinggal komitmen adik-adik yang kita tunggu dan kita liat bersama," pungkasnya.Â
Pembina/pelatih terus belajar, membaca, menonton
Dalam kesempatan diskusi online ini, saya dan Supriyono juga berharap, khususnya kepada para pelatih, pembina, dan Orangtua SSB manfaatkan sharing baik berupa panduan, artkel, video, di grup-grup sepak bola agar membaca, menonton sampai tuntas dari awal sampai akhir, jangan hanya membaca judulnya.Â
Berat tanggunjawab sebagai pembina/pelatih/orangtua SSB bila tidak mengikuti perkembangan zaman dengan menambah "wawasan" ilmu kepelatihan/pembinaan sepak bola akar rumput.Â
Apalagi malas untuk mencari referensi di tempat lainnya. Inilah yang masih lemah dan wajib menjadi perhatian rekan-rekan pembina dan pelatih sepak bola akar rumput. Sepak bola akar rumput harus diurus dengan "cerdas".Â
Maka, bila pembina dan pelatih tidak cerdas, jangan berani mengampu di pondasi sepak bola nasional, sehingga passing anak-anak pun benar. Sayang, grup-grup whatsapp sepak bola, masih banyak yang campur aduk.Â
Malah rata-rata dalam grup berisi pembina, pelatih, dan orangtua, pantas saja, grup berfingsi hanya sekadar informatif, tak berimbang, karena jalan pikiran dan bidang yang tidak sama. Harus disikapi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H