Ketika itu, dia terpaksa pensiun lantaran kompetisi dihentikan akibat situasi force majeure. Kerusuhan di Indonesia yang terjadi pada Mei 1998, membuat kompetisi sepak bola nasional harus terhenti. Kompetisi musim 1998/99 juga tak jelas akibat peristiwa rusuh.Â
Sementara rekan-rekan seangkatanya masih tetap bergelut dengan sepak bola, Supriyono pun harus memilih jalan selain menjadi pesepakbola. Dia memutar otak untuk bisa melanjutkan hidup selain dari sepakbola.Â
Gayung pun bersambut, sebab keluarga punya "modal" resep ayam goreng rahasia dan bisa dikembangkan. Akhirnya ia pun memutuskan untuk buka usaha rumah makan yang mengandalkan menu ayam goreng, dan ternyata sukses.Â
Bila dihitung, hingga kini usaha Supriyono sudah berjalan sekitar 20 tahun. Rumah makannya bernama Ayam Nikmat, yang terletak di Jalan Sunda, Bandung. Rumah makan ini cukup terkenal di Kota Kembang, dan termasuk ke dalam restoran yang menjadi favorit pemburu kuliner. Omzetnya pun terbilang besar.Â
Sejatinya, usaha ayam goreng ini, juga sempat dibuka di Jakarta, namun karena biaya operasional tinggi, akhirnya ditutup dan fokus mengembangkannya di Bandung. Meski memutuskan pensiun dari sepak bola dan membuka usaha kuliner, ternyata tenaga dan pikiran Supriyono sebagai mantan pemain timnas handal, membuat media televisi menariknya menjadi komentator sepak bola nasional.Â
Demi terus menjaga kecintaanya terhadap sepak bola, ia pun turun gunung dan mengabdikan diri di kawah candradimukanya sepak bola nasional dengan mendirikan SSB Bintang Primavera Bandung. Terus menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk sepak bola usia dini dan muda, Supriyono pun mondar-mandir Bandung-Jakarta, demi turut membina dan melatih di SSB Matador Mekarsari.Â
Apa yang terjadi pada Supriyono, ibaratnya kini sedang menimpa anak-anak usia dini dan muda khususnya, serta sepak bola nasional Indonesia pada umumnya. Bila ia sampai banting setir pensiun dari sepak bola akibat peristiwa kerusuhan Indonesia, maka Supri pun berharap agar anak-anak Indonesia belajar dari peristiwa ini dan mengambil hikmahnya.Â
Selain untuk anak-anak sepak bola akar rumput, Supri pun berpesan agar para pelaku sepak bola nasional, khususnya untuk pemain, pelatih, dan ofisial, menyiapkan diri dengan usaha lain, sebagai persiapan saat sudah pensiun dari sepak bola.Â
Salah satu tren negatif yang menghinggapi pemikiran para pesepakbola untuk membuka usaha, diungkapkan Supriyono, adalah gengsi dan takut. Gaya hidup yang sempat dilakoni para pesepakbola, pastinya akan bergeser jika mereka menjadi pengusaha rumah makan atau melakoni profesi lain.Â
Jadi, dari hikmah adanya virus corona ini, intinya, nanti setelah virus usai, jangan gengsi. Ketika mulai membuka usaha, saya masuk ke pasar. Pilih bumbu, ayam, dan lainnya, sendiri. Saya juga belajar masak dan sekarang bisa mengolah ayam goreng sendiri. Pesepakbola tak boleh gengsi dan takut.Â
Dengan situasi sekarang, mereka harus siap dan punya modal untuk bekal pensiun nanti. Selain banting setir jadi pengusaha kuliner, Supriyono juga mengungkapkan, meski memiliki SSB sendiri, belum tentu juga lahannya menjanjikan. Sebab, iuran dari siswa belum tentu mencukupi kebutuhan hidup. Jadi, tetap harus memiliki alternatif usaha lain.Â