Karena keterbatasan itu, banyak tenaga kerja yang dikerahkan, baik dari sisi BNPB, BPBD, maupun dari militer dan polisi untuk meng-entry data di seluruh, nanti langsung connect ke aplikasi langsung ke seluruh Indonesia. Agus Wibowo pun membenarkan selama ini masih ada data yang ditutupi dengan alasan masih terdapat banyak kendala di lapangan.Â
Saat mendapat pertanyaan soal adanya kecurigaan di masyarakat tentang data daerah dan data pusat yang tidak sinkron, Agus mengakui hal itu dan menekankan bahwa data yang disampaikan BNPB adalah milik Kementerian Kesehatan. Sementara BNPB memiliki data sendiri.Â
Selanjutnya, Agus juga menjelaskan bahwa dia belum tahu mengapa data bisa tidak sinkron, Namun,  menurut Agus, mereka  mereka memiliki data dua-duanya. Jadi, BNPB mengumpulkan data, baik dari sisi laporan daerah maupun dari sisi Kemenkes. Tapi yang dipublikasi, karena jubirnya Pak Yuri, itu yang dipublikasikan.Â
Atas blak-blakan ini, kini masyarakat pun menjadi tahu, bahwa ketidak-validan laporan dari pemerintah pusat mengenai data corona benar terbukti. Hal ini juga sekaligus dapat menjawab keraguan dari pihak asing yang sejatinya berpikir secara logis, bahwa virus corona sudah hadir di Indonesia sebelum kasus 1 dan 2 diumumkan oleh Presiden Jokowi.Â
Apakah menutupi kasus corona dan melaporkan data yang tidak valid menjadi bagian dari intrik, taktik, dan politik pemerintah? Atau memang faktanya ada kelemahan mendasar dari pemerintahan Indonesia dalam PPAD19?Â
Masyarakat dan pihak lain hanya dapat menebak. Kisah aslinya hanya pemerintah sendiri yang tahu.Â
Yang pasti, bila laporan data dari Yuri valid sejak awal, bisa jadi masyarakat Indonesia menjadi sadar dan akan takut masih ke luar rumah. Lalu, pemerintah "membantu" masyarakat dengan sigap. Sehingga tidak akan ada lagi masyarakat yang masih "berkeliaran" di luar rumah dengan berbagai alasan.Â
Percuma, slogan "bersatu melawan corona" didengungkan. Percuma #DiRumahAja di populerkan, bila PPADC19 dari pemerintah pusat masih terus "seperti ini" kondisinya.Â
Ingat, menyampaikan berita tak valid, bukan kah hoaks, namanya! Bukankah penyebar hoaks harus ditangkap?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H