Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Becermin dari Peristiwa Pramuka Susur Sungai

27 Februari 2020   00:11 Diperbarui: 27 Februari 2020   00:17 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan susur sungai, sudah akibatkan jatuh korban. Penangannya kini sudah bergulir, polisi juga sudah menetapkan para tersangkanya. 

Namun, belum lagi kesedihan dan keprihatinan usai, polisi juga menambah masalah baru. Para tersangka yang notabenenya adalah para guru, justru diperlakukan bak penjahat dengan seluruhnya digunduli kepalanya. 

Tak pelak, berbagai organisasi guru dan masyarakat di Indonesia pun geram, melakukan komplain dan protes keras atas tindakan polisi yang jauh dari etika. Sudah para guru melakukan kesalahan fatal yang akibatkan korban hingga menciderai kegiatan bernama pramuka, polisi pun menambah masalah baru dengan tindakannya yang tidak berperikemanusiaan. 

Sudah begitu, keluarga dari para guru yang menjadi tersangka pun, menjadi sasaran bullying dari tetangga dan teman sekolahnya. Hingga anak-anak mereka takut untuk sekolah. 

Wahai pemimpin bangsa, inikah cita-cita pendidikan di Indonesia yang bertujuan menciptakan manusia berkarakter dan berbudi pekerti luhur? Saat ada guru tak cerdas dalam merangkai program dan kegiatan pramuka, ada kepala sekolah yang mencoba lari dari tanggungjawab, polisi bersikap tak berperikemanusiaan menggunduli para tersangka, masyarkat dan anak-anak sekolah pun terbudaya melakukan perundungan, bullying. 

Inilah kisah kegagalan pendidikan seutuhnya di negeri kita tercinta. Gagal pendidikan di rumah, gagal pendidikan di sekolah, pun gagal pendidikan di lingkungan dan masyarakat, gagal pula aparat penegak hukum dalam bertindak sesuai etika dan perikemanusiaan. 

Masa guru yang lalai bukan sengaja melakukan kesalahan dan mustahil berniat membunuh, diperlakukan seperti begal. Masa anak dan keluarga para tersangka juga di-bully? 

Atas peristiwa ini, khusus untuk Bapak Presiden dan Mas Menteri Nadiem, dalam duka dan kesedihan mendalam akibat jatuhnya korban, mengapa ada yang menambah masalah dan persoalan? 

Ironisnya, masalah justru ditambah oleh polisi dan masyarakat yang tak cerdas dan lemah personaliti. 

Andai saja Baden Powell selaku Bapak Pandu Sedunia, pendiri gerakan Pramuka yang melaksanakan perkemahan pertamanya bersama 22 anak laki-laki pada tanggal 25 Juli 1907 di Pulau Brownsea, Inggris masih hidup, tentu beliau akan sangat sedih. 

Sedih karena kegiatan pramuka yang dicetuskannya dengan tujuan apa? Malah akibatkan korban jiwa. Sedih, melihat polisi memperlakukan guru yang jadi tersangka harus dibotaki. Sedih melihat masyarakat dan anak-anak mem-bully keluarga tersangka. 

Sejatinya, pramuka yang resmi menjadi ekstrakurikuler wajib di SD, SMP, SMA sejak tahun 2013 saat Mendikbud dijabat Mohammad Nuh, adalah kegiatan yang bertujuan untuk membentuk karakter siswa yang bernas dengan pembelajaran nilai kepemimpinan, kebersamaan, sosial, dan kemandirian. 

Selain itu, ada dasar legalitas UU Pramuka dan pengembangannya di sekolah, ada kerja sama Kemdikbud, Kemenpora, dan Kwarnas Gerakan Pramuka. 

Sayang, tujuan pramuka yang sangat strategis dalam menunjang tercapainya pendidikan karakter, sehingga pramuka juga sampai menjadi kegiatan ekstrakurikuler wajib di sekolah, harus ternoda oleh kecerobohan Kepala Sekolah para pembina, guru, dan juga para orang tua. Mengapa? 

Bila Kepala Sekolah mengatakan baru menjabat 1.5 bulan di sekolah tersebut, maka, meski program kegiatan pramuka yang di dalamnya ada agenda susur sungai adalah program yang sudah ada dari Kepala Sekolah lama,  maka seharusnya Kepala Sekolah tetap melakukan koreksi dan supervisi, apakah secara aktual, program kegiatan sekolah di bawah kepemimpinannya lulus segala aspek, serta telah mempertimbangkan kelemahan dan kelebihan, serta mahami  situasi dan kondisi. 

Biasanya juga, program kegiatan sekolah, agendanya juga dibagikan ke orangtua jauh-jauh hari bila akan melakukan kegiatan. Seandainya proses supervisi atau koreksi tetap dilakukan oleh Kepala Sekolah atau orangtua, maka kegiatan susur sungai pasti ditiadakan atas pertimbangan keberatan dan demi keamanan dan keselamatan. 

Jadi, dalam soal musibah ini, banyak pihak secara struktur organisasi dapat dijadikan sumber penyebab juga. Apapun kegiatan sekolah yang melibatkan siswa ke luar dari lingkungan sekolah, tentu harus ada kontrol dari berbagai pihak. 

Tidak bisa kegiatan asal jalan dan percaya kepada koordinator kegiatan di luar Kepala Sekolah, dan orangtua pun juga dilibatkan, khususnya dalam perencanaan agar saat kegiatan dilaksanakan, semua sudah sangat valid perhitungan dan kalkulasinya, terutama.dari segi keamanan dan keselamatan. 

Inilah kelemahan kerjasama antar pihak di dalam sekolah sendiri, juga kelemahan kerjasama antara sekolah dan orangtua. 

Semoga, peristiwa susur sungai dalam kegiatan pramuka yang akibatkan korban jiwa, menjadi cermin bagi semua Kepala Sekolah, guru, dan orangtua baik SD, SMP, dan SMA baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia. 

Bukan hanya kegiatan pramuka, namun semua kegiatan baik intra maupun ekstra, dalam.perencanaan, selalu melibatkan berbagai stakeholder, berbagai unsur terkait. 

Harus ada kerjasama antar guru dan kepala sekolah serta orangtua, dan pihak lain yang bersinggungan, sehingga tidak akan ada lagi kejadian yang saya sebut sebagai "program bodoh" ini, terulang. 

Mengapa program bodoh? Sudah tahu musim hujan dan banjir, kok bisa agenda kegiatan susur sungai lolos dari perhatian? Ke mana saja kepala sekolah yang sudah menjabat lebih dari sebulan? Ke mana orangtua siswa? Kok, tidak komplain? Apa tidak ada informasi tentang agenda itu? Ke mana pengelola daerah itu? 

Yang pasti, kegiatan sekolah apapun, baik intra maupun ekstra, tidak ada yang boleh dilaksanakan, bila kepala sekolah dan dewan guru belum sama-sama merekomendasi dan menyetujui untuk menjadi kegiatan sesuai kalender akademik sekolah yang juga sudah diinfomasikan kepada orangtua. 

Terutama juga wajib melakukan cek dan ricek.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun