Untuk kalangan menengah ke atas, biar di masyarakat dianggap sukses, harus punya mobil dan gonta-ganti mobil, bahkan mobil mewah. Lalu, baju mewah, rumah bagus, tongkrongan wah di kafe, penampilan wah, makan di restoran kelas atas, padahal uang yang didapat belumlah cukup untuk membiayai hidup ala kaum borjuis itu.Â
Rakyat menengah ke bawah pun demikian, untuk hidup dan makan saja pas-pasan, bahkan harus tambal sulam hutang kanan kiri, namun tetap saja meniru gaya orang kaya.Â
Sementara orang-orang yang bergelimang harta dari jabatan yang memanfaatkan rakyat, maaf, seperti Presiden kita saja malah bergaya hidup sederhana.Â
Para orang borju dan cukong itu, juga berpenampilan sederhana, makan di warung sederhana. Meski, di garasi rumahnya berjajar puluhan mobil mewah, punya pesawat pribadi, villa pribadi, pulau pribadi, Â bergelimang harta dan uang triliunan.Â
Inilah yang kini sangat mencolok terjadi di masyarakat Indonesia. Semua rakyat kelas menengah ke bawah, jadi mencoba memaksakan diri nampak kaya. Sementara para orang kaya, hanya mencoba bersandiwara dengan penampilannya, karena gelimang harta dan kehidupan telah direngkuhnya.Â
Lalu apa yang terjadi? Orang bilang, bila yang kaya sudah turunan dari sananya, tidak akan kepayahan mengikuti gaya hidup ala borju. Makan mau di mana? Makan pilih menu apa? Dalam kehidupan siapa yang di makan?Â
Bagaimana coba, dengan yang sok kaya? Memaksakan diri, dan menghalalkan segala cara demi gaya hidup yang harus tetap nampak kaya? Apalagi orang miskin? Semuanya masih memiliki tradisi apakah hari ini bisa makan, apalagi hari esok dan seterusnya?Â
Dari rakyat biasa yang berpenghasilan pas-pasan, artis seleberitis.yang hanya hidup bila dapat job, Â politisi yang tak dapat kursi, hingga pejabat yang gajinya juga tak cukup besar karena memanfaatkan tunjangan dan KKN.Â
Tentu untuk tetap dianggap kaya dan nampak kaya, maka mereka terbudaya hidup dari utang dan kredit. Begitu seterusnya yang terjadi. Hidup hanya bertumpuk utang. Bahkan, yang lebih parah, banyak utang tapi gaya.Â
Banyak pula orang yang punya banyak harta dan uang, namun pola dan gaya hidupnya seperti orang miskin. Sebab, jangankan untuk berbagi dengan orang lain, untuk dirinya sendiri saja kikir, pelit. Hidupnya "nggragas" menumpuk harta dan uang seperti semua itu mau dibawa mati.Â
Untuk masalah rakyat yang pada akhirnya memaksakan diri dari jerat budaya utang, mengapa bisa terus terjadi? Sebab negara saja terlilit utang besar sepanjang zaman siapapun pemimpin pemerintahanya.Â