Sepertinya mereka ingin, anak cucu NKRI, nantinya membaca buku sejarah baru. Siapa yang memindahkan Ibu Kota Indonesia? Siapa yang mengubah UU KPK? Siapa yang membikin jabatan staf khusus? Siapa yang menguasai BUMN? Siapa yang membuka kran investor? Siapa yang membangun infrastruktur? Siapa yang menaikkan iuran ini dan iuran itu?Â
Sadarkah mereka, semakin ke sini, rakyat semakin antipati melihat pergerakan dan drama yang terus mereka pertontonkan? Setiap waktu, kini rakyat hanya menjadi penonton panggung drama mereka yang berbuat dan bertindak semaunya.Â
Rakyat pun hanya menjadi penonton para pemimpin dan elite partai serta orang kaya di pusaran mereka yang hidup bergelimang kememahan dan harta, Â rakyat hanya menonton dan membaca berita, mereka mendapat gaji dan tunjangan puluhan hingga ratusan juta, bahkan miliar, yang semuanya diambil dari uang rakyat.Â
Malahan ada pejabat BUMN yang dikasih kursi gratis tanpa seleksi seperti ribuan rakyat yang berjuang demi sebuah kursi PNS, lalu dapat gaji miliar, namun dalam sebuah acara sakral keagamaan tidak hadir, malah menjadi bahan sindiran Presiden, tetapi saat dikinfirmasi mengapa tidak hadir, jawabnya menghalalkan cara dirinya sendiri. Sangat tidak etis. Presiden saja bisa hadir. Gitu, lho?
Sampai kapan rakyat hanya menjadi penonton dan menderita, di bawah panggung drama yang mereka ciptakan untuk kepentingan mereka dan demi sejarah kelompok mereka. Sampai kapan?Â
Ingat, Â baru lewat 100 hari, rakyat semakin antipati. Bisa gawat, bila kepercayaan rakyat, terus dilunturkan oleh mereka sendiri, sebab aji mumpung karena masa akhir periode.Â
Bila drama terus begini, siapa yang dapat merawat kepercayaan rakyat tumbuh dan kuat lagi? Sementara, kini rakyat pun banyak yang "halu" karena keriduan akan hadirnya "Ratu Adil".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H