Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Vitalnya Terampil Berbahasa dan Literasi bagi Pesepak Bola

23 Desember 2019   11:21 Diperbarui: 23 Desember 2019   17:41 1595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dok. Supartono JW

Menjelang akhir tahun, ada momen menarik bagi publik sepak bola nasional. Momen tersebut sewajibnya menjadi perhatian, khususnya bagi para pelaku sepak bola nasional. 

Menggeluti pekerjaan di bidang olah raga, khususnya sepak bola, baik menjadi pemilik klub, manajer, ofisial, maupun pemain, bukan hanya dituntut terampil dalam hal "sepak bolanya" saja. Namun juga wajib terampil dalam hal komunikasi dengan publik.

Sebab, publik pecinta sepak bola adalah bagian terbesar dari industri sepak bola itu sendiri. 

Publiklah, yang membiayai perhelatan sepak bola di seluruh dunia. Karena keberadaan publik (baca: suporter), maka sponsor mau hadir dan mendukung klub serta operator kompetisi. 

Sepak bola tanpa suporter, maka tidak akan ada sponsor yang mau andil membiayai klub maupun kompetisi. Begitupun saling ketergantungan antar klub dan suporter, suporter butuh klub dan klub butuh suporter. 

Sehingga, antar timbal balik hubungan ini, kedekatan suporter dengan klub dan terutama dengan pemain, menjadi hal yang sulit terelakkan. 

Karenanya atas hubungan "yang saling" ini, budaya pemain sepak bola pensiun/gantung sepatu baik untuk klub atau timnas di Eropa dan Amerika sudah lazim. 

Kini, budaya tersebut sudah merambah ke Indonesia. Terbaru, Bambang "Bepe20" Pamungkas, pamit mundur dan gantung sepatu dari klubnya, Persija Jakarta. 

Seperti halnya Bepe20, Hariono (H24) di Persib pun juga melakukan perpisahan dengan Persib dan suporternya. Kedua momen pamitan Bepe20 dan H24 juga dilakukan setelah laga tim masing-masing usai. 

Lalu, dengan disaksikan ribuan suporter yang hadir di stadion dan suporter seluruh Indonesia yang menonton siaran live di saluran televisi, Bepe20 dan H24 sama-sama memegang mic, lalu bicara tentang hal pamitnya. 

Atas momentum pamitnya, kedua pemain ini nampak jelas perbedaan keterampilan berbahasa dan penguasaan literasi kedua pemain. Berdiri di hadapan ribuan suporter dan di sorotan kamera televisi, sama-sama tanpa "teks", perbedaan tampilan Bepe20 dan H24 yang sama-sama terampil dalam olah bola, ternyata sangat mencolok perbedaanya dalam keterampilan berbahasa dan literasi. 

Keterampilan berbahasa, terdiri dari mendengar, berbicara, membaca, dan menulis, serta kemampuan literasi yaitu istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. 

Atas penampilan Bepe 20 dan H24, publik sepak bola nasional yang menyaksikan momen pamit kedua pemain ini, tentu langsung dapat menilai, mana yang lebih terampil berbahasa dan terampil dalam literasi. 

Untuk itu, momentum pamitnya Bepe20 dan H24, yang dapat ditonton ulang di berbagai media sosial (medos) dan media online (medion), khususnya bagi yang belum menyaksikan, wajib dijadikan pemebelajaran bagi semua pihak, khususnya bagi para pelaku sepak bola nasional. Terlebih bagi para pembina dan penggiat kompetisi sepak bola akar rumput dan sangat wajib bagi stakeholder terkait untuk menyorot sektor keterampilan berbahasa dan literasi para pelaku sepak bola nasional. 

Harus disadari dan diingatkan, bahwa memilih hidup dari sepak bola, bila menjadi pemain, misalnya, tidak hanya cukup karena terampil teknik dan speed (karena bakat), tidak didukung oleh cerdas intelgensi dan personiti. 

Menjadi pesepak bola terampil dan cerdas teknik, intelegensi, personaliti, dan speed (TIPS) adalah syarat mutlak. Namun, kehidupan pesepak bola yang lingkungannya tidak hanya terbatas di dalam lapangan sepak bola, demi dapat bersosialisasi baik dengan masyarakat dan lingkungan, juga wajib terampil berbahasa dan literasi. 

Sebagai contoh dari momen pamit Bepe20 dan H24. Dari salah satu pemain sangat mencolok atas keterampilan berbicaranya. Dari mulai kalimat pembuka, lalu ke isi, hingga bagian penutup, sangat runtut. 

Padat berisi, mengena sasaran, cukup diperhitungkan, cukup matang, terkontrol emosi, dan yang paling utama, tidak menampakkan diri sebagai sosok yang sedang senang atau sedang kecewa, semuanya dilakukan dengan sangat terukur.

Sumber: Dok. Supartono JW
Sumber: Dok. Supartono JW
Bila ditelisik lebih dalam, bahkan pembicara yang pamit, banyak menggunakan bahasa bijak, sehingga sangat menyejukkan bagi pendengar dan pemirsa plus mengedukasi dan sangat persuasif bagi siapa pun pesepak bola di generasi berikutnya. 

Secara intrik, taktik, dan politik, verbalisme keterampilan berbahasa dan literasinya sangat kuat. 

Sementara, pembicara yang pamit satunya, jauh dari perkiraan publik. Barangkali inilah yang sejak sekarang wajib menjadi perhatian seluruh pelaku sepak bola nasional, khususnya di sektor akar rumput. 

Di lapangan, jangan hanya mencekoki anak-anak dengan keterampilan teknik atau skill sepak bola. Namun, juga perhatikan sektor kecerdasan intelegensi dan personalitinya. 

Sementara di luar lapangan, para pembina tidak memberikan pekerjaan rumah (PR) tentang asupan keterampilan berbahasa dan literasi. 

Yang menjengkelkan, banyak kisah di grup-grup wa yang isinya para pembina dan pelatih sepak bola akar rumput, sangat alergi bila ada rekan yang turut berbagi ilmu tentang persoalan di luar sepak bola. 

Apalagi bila yang dishare menyangkut politik. 

Maka, akan ada anggota grup yang komentar "ini grup sepak bola". Ada juga admin grup yang mengultimatum, "tolong grup ini hanya untuk sepak bola dan kompetisi" dan lain sebagainya. 

Yang saya tahu, dan memperhatikan perjalanan sepak bola "Bepe20" hingga sampai gantung sepatu, tentang keterampilan berbahasa dan literasinya bukan didapat dari jalur sekolah formal, pun bukan dari jalur sepak bolanya (baca: klubnya). 

Bepe20 lebih otodidak, dan terus belajar tentang kehidupan di luar sepak bola, hingga menjadi penulis opini dan motivator. 

Semua terjadi karena Bepe20 tidak hanya menyerap TIPS dari sepak bola. Harus ada kesadaran bahwa sepak bola yang sangat digemari dan menjadi banyak pilihan rakyat Indonesia menggantungkan hidup dari sepak bola, ternyata, dalam pola pembinaannya tidak pernah melibatkan Dinas Pendidikan. 

Padahal pembina dan pelatih sepak bola itu tak ubahnya guru di sekolah fornal. Guru PAUD saja syaratnya wajib Sarjana/S1. Pendidikannya empat tahun, lalu guru SD, SMP, SMA dan seterusnya, syaratnya terus meningkat. 

Bandingkan dengan pelatih sepak bola mulai dari akar rumput hingga klub. Tengok sertifikat pelatihnya? Berapa lama didapatkan? Apa isi materi kepelatihannya? Tidak dapat untuk mengakomodir kebutuhan para calon pesepak bola nasional yang akan mahir dalam TIPS dan juga terampil berbahasa dan literasi. 

Bila, masih banyak pembina dan pelatih yang alergi pada persoalan dan hal lain, sebaiknya jangan berani-berani menjadi pembina apalagi pelatih sepak bola akar rumput. 

Sepak bola sendiri adalah bagian dari politik. Sebab makna politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. 

Meraih prestasi, berkuasa menjadi juara kompetisi sepak bola secara objektif maupun dukungan mafia. Itulah satu di antara fungsi politik dalam sepak bola!

Belum lagi turunan politik lainnya, seperti taktik dan intrik dengan mengulur waktu, pura-pura cidera, bola ke luar lapangan di mana, lemparan. ke dalam di mana. Titik pelanggaran di mana, tendangan di mana? 

Ayolah, kita belajar dari momentum gantung sepatu Bepe20 dan pamit terusirnya H24. 

Jadilah pembina, pelatih, pelaku dalam sepak bola nasional yang tidak hanya mumpuni dalam TIPS, namun juga terampil berbahasa dan terampil literasi. 

Langkahnya, banyaklah mendengar dan membaca, sebelum bicara dan bertindak. Kuatkan literasi dengan pandai mengkalkulasi dan tidak alergi pada ilmu pengetahuan lain di luar sepak bola.

Sebab, dia adalah tolok ukur spido meter Anda. Dan lihatlah tolok ukur sepak bola Indonesia berdasar ranking FIFA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun