Sesuai pernyataan resmi FA, Selasa (30/7/2019) menjelaskan, tujuan penerapan sin-bin ini adalah mengurangi perdebatan, baik itu lewat kata-kata maupun tindakan ofensif, kepada wasit. FA sudah melakukan tes sin-bin di dua musim sebelumnya dan mengklaim bahwa aturan ini bisa mereduksi perselisihan tersebut sebanyak 38 persenÂ
"Setelah mendapatkan respons positif dari pemain, wasit, dan pelatih, sin-bin kini akan diterapkan di seluruh liga di sepakbola level akar rumput untuk meningkatkan kualitas pertandingan," demikian cuplikan dari pernyataan resmi FA.Â
Di sisi lain, CEO FA Mark Bullingham optimistis, penerapan sin-bin ini efektif untuk memerangi perdebatan tak perlu antara pemain dan wasit.Â
"Hasil uji coba menunjukkan adanya dampak besar terhadap perilaku yang ingin kita buang dan membuat pertandingan bisa lebih dinikmati," ujar Mark.Â
Lebih spesifik, sin-bin, diterjemahkan bebas sebagai tempat buang kesalahan, sudah lama diterapkan di cabang olahraga lain seperti rugbi dan hoki.Â
Bahkan aturan ini pernah coba diwacanakan masuk ke sepakbola oleh eks presiden UEFA Michel Platini yang ia sebut sebagai "kartu putih". Namun, hingga kini FIFA belum mengadopsi.Â
Memerhatikan penerapan aturan sin-bin untuk pemain sepak bola akar rumput di semua level yang kini tengah berjalan di tahun kompetisi ketiga di FA Inggris, saya melihat hal yang terbalik untuk kondisi dalam sepak bola akar rumput Indonesia.Â
Berbeda dengan pemain level yunior hingga senior, pesepak bola akar rumput di Indonesia justru mudah dijinakkan.Â
Sebaliknya, aturan sin-bin malah sangat cocok untuk wasit-wasit di Indonesia yang memimpin pertandingan sepak bola akar rumput.Â
Baik dalam festival/turnamen/kompetisi sepak bola akar rumput, wasit justru yang lebih sering menjadi biang masalah.Â
Saat pemain kedua tim berlaga suasana pertandingan sering malah dibuat menjadi tidak nyaman karena sikap dan ketidaktegasan/ketidakadilan wasit.Â