Haruskah PSSI makzul atau dimakzulkan agar tercapainya prestasi sepak bola nasional setiap waktu tidak sekadar mimpi?Â
Sangat jelas, bahwa mengilapnya pretasi sepak bola nasional usia muda dan usia dini, selama ini pahlawannya adalah para orangtua Sekolah Sepak Bola yang bahu membahu dengan operator festival/turnamen/kompetisi hijngga lahir talenta muda yang kini terakomodir di Timnas U-16, U-19, dan U-23.Â
Siapa yang akan membantah hal itu? Siapa yang lalu asal main comot dan mengaku-aku telah membina mereka-mereka? Sayang, prestasi sepak bola usia dini dan muda, sama sekali tak dapat membantu posisi sepak bola nasional di ranking FIFA, karena urusan tolok ukur keberhasilan dan prestasi sepak bola nasional dikendalikan oleh kedudukan Timnas Seniornya.Â
Faktanya, Timnas Senior Indonesia jeblok, karena dikendalikan oleh federasi yang diisi oleh individu yang bermental jeblok juga. Menjadikan federasi (PSSI) sarang mafia dan kerajaan mereka secara turun temurun dan konsisten karena bertameng statuta.Â
Sementara, statuta juga diciptakan dan selalu dipertahankan dari generasi ke generasi oleh "mereka". Jadi, percuma dan boleh saya bilang mustahil, atau hanya mimpi sepak bola nasional akan berprestasi, jangankan masuk babak final piala dunia, masuk babak final piala Asia, jadi juara Asia Tenggara saja terengah dan posisi ranking FIFA selalu dikangkangi negara lain yang dulunya di bawah Indonesia.Â
Miris. Memilukan.Â
Percuma gonta-ganti Ketua Umum, bila sang Ketua Umum hanya jadi boneka para voters dan dikendalikan oleh exco yang semuanya saling menjadi sutradara dan aktor permaiaan sepak bola di dalam tubuh PSSI.Â
Voters yang terbatas dan tidak pernah memberikan kesempatan stakeholder terkait masuk dan menambah jumlah voters, memilih ketua, wakil, dan exco.Â
Tetapi sebelum ketua, wakil, dan exco dipilih voter, Komisi Pemilihan (KP) dan Komisi Banding Pemilihan (KBP) Â yang dipilih oleh PSSI, bukan voters, telah "bermain" dengan mafia di dalam dan di luar PSSI. Luar biasa.Â
Saat pemilihan voters tinggal bersandiwara memilih siapa karena sejatinya skenario siapa akan jadi siapa juga sudah dikuasa oleh para mafia yang menyutradarainya. Semua sudah terbaca, publik sepak bola nasional, pemerhati  dan pengamat sepak bola pun telah menggaungkan PSSI wajib direformasi total.Â
Hingga pemerintah juga ikut bicara masalah pelatih Timnas Senior yang sepertinya tidak menjadi momok, karena Tisha yang saat ini paling memiliki kuasa di PSSI dengan tanda tangannya, hanya melempar-lempar pertanyaan publik dan media yang katanya semua keputusan apapun di tangan exco.Â
Tidak ada cara lain untuk membuat sepak bola nasional bangkit. Cara yang terbaik adalah PSSI, Statuta, voters, dan pengurus di dalamnya semua makzul.Â
Statuta, voters, dan pengurus, semua di nolkan. semua dihentikan, semua turun dari tahta dan menyerahkan sepak bola nasional kepada publik lalu dibuat statuta  dan voters baru, maka akan lahir pengurus baru yang dicitakan publik sepak bola nasional.Â
Tetapi mungkinkah mereka semua secara sadar mau makzul? Jawabnya, mustahil. Mereka malah semakin mencengkram kuat di tubuh PSSI dengan pura-pura buta dan tuli, dan tak akan rela meninggalkan tahta di kerajaan PSSI.Â
Dengan begitu, mungkin ada cara kedua, yaitu, atas nama publik sepak bola nasional, ada lembaga atau badan independen yang menyurati dan berkonsultasi dengan FIFA, tentang kemungknan Pengurus, Statuta, dan Voters dimakzulkan, lalu diganti dan dirombak total sesuai yang diharapkan publik sepak bola nasional, tanpa harus organisasi PSSI dibekukan.Â
Ini adalah satu-satunya cara. Percuma publik sepak bola nasional, pemerintah, media, praktisi, pengamat berteriak memberi masukan, kritik, saran, hingga hujatan dan membikin petisi, Â karena sepak bola Indonesia hanya milik voters sesuai statuta yang terus mereka pertahankan.Â
Lalu dipilih pengurus oleh voters yang itu-itu saja dan setali tiga uang dengan para pengurus yang saling berkolaborasi.Â
Ayo lakukan komunikasi dengan FIFA.Â
Ceritakan fakta sebenarnya kepada FIFA hal tentang kerajaan PSSI ini.Â
Bila FIFA peduli, maka sepak bola nasional akan bangkit.Â
Namun, bila FIFA membela kerajaan PSSI karena sepak bola milik FIFA, maka sudahlah, jangan berharap lagi. Biarkan kerajaan sepak bola itu.Â
Tinggal publik sepak bola nasional mau bersikap apa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H