Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kunci Perubahan Sepak Bola Nasional Ada dalam Statuta Bab IV Pasal 23

8 Oktober 2019   09:54 Diperbarui: 8 Oktober 2019   10:10 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Kunci perubahan sepak bola nasional ada dalam Statuta PSSI 2018 Bab IV Pasal 23. Bila pasal tersebut tidak ada perubahan, sampai kapanpun sepak bola nasional hanya akan tetap jadi milik mafia. 

Karenanya, jangan ditanya mengapa orang-orang lama tetap terus tak rela meninggalkan organisasi PSSI dan bahkan berupaya memperkokoh dan memperkuat barisan mereka untuk tetap duduk di dalamnya? 

Bahkan ada bakal calon wakil ketua umum yang dengan tegas mengingatkan pada publik sepak bola nasional bahwa sepak bola milik FIFA. Tidak usah diingatkan, publik juga tahu, bahwa sejak berdiri, organisasi sepak bola dunia ini memang tidak dapat disentuh oleh negara. 

Organisasi sepak bola suatu negara di belahan dunia, tak dapat dicampiri negara. Sepak bola hanya urusan FIFA dan federasi sepak bola di negara bersangkutan. 

Seperti negara lain, Sepak bola nasional juga sempat merasakan dihukum FIFA karena pemerintah Indonesia melalui Kemenpora ikut mencampuri urusan sepak bola. 

Namun, sehebat-hebatnya FIFA, sesuai statutanya, para anggotanya justru dapat mengamandemen statuta sesuai kebutuhan FIFA. Begitupun statuta di negara-negara anggota FIFA, para anggotanya juga dapat mengamandemen statuta masing-masing termasuk statuta PSSI. 

Satu di antara masalah terbesar yang terus menggerogoti PSSI, karena sepak bola nasional hanya dikuasai oleh kelompok yang itu-itu saja. Pengurus PSSI di pilih oleh voter (pemilik suara). Sepanjang sejarah PSSI, sudah bukan rahasia lagi bahwa politik uang terus terjadi antara voter dan para calon pengurus karena saling menguntungkan. 

Lalu, mereka terus mempertahankan hingga tahun 2018, pasal 23 Bab IV PSSI menyoal Delegasi dan Hak Suara yang hanya terdiri 96 pemilik suara. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang menjadi pecinta sepak bola nasional dan terus menghidupi sepak bola nasional karena masuknya sponsor karena mereka, maka 96 suara yang selalu menentukan arah organisasi PSSI sudah tidak relevan lagi. 

Para pemilih masih tetap terdiri dari 18 delegasi Liga 1, 18 delgasi Liga 2, 16 delegasi Liga 3, 8 delegasi Liga 4, 34 delegasi perwakilan Asosiasi Privinsi, dan masing-masing 1 delegasi perwakilan futsal, wasit, pelatih, dan sepak bola nasional. 

Dari isi pasal menyangkut voter PSSI yang memiliki hak suara relevan hanya Klub Liga 1 yang memang berjumlah 18 dan semuanya diberikan kewenangan memiliki hak suara. Klub Liga 2 yang kini masih bergulir berjumlah 21 tim, namun yang memiliki hak hanya 16, padahal sama-sama berjuang di Liga 2. Lalu Klub Liga 3 berjumlah ratusan, namun hanya 16 perwakilan pula yang memiliki hak suara. 

Berikutnya, Klub Liga 4, juga lebih banyak dari Klub Liga 3, juga hanya diwakili oleh 8 suara. Lebih miris, perwakilan Futsal yang juga memiliki cabang daerah dan memiliki klub profesional, justru hanya ada 1 suara. Wasit juga 1 suara, pelatih yang jumlahnya ribuan juga hanya 1 suara dan sepaj bola wanita juga 1 suara. 

Maju dan mundurnya sepak bola nasional, ditentukan oleh pengurus PSSI dan dukungan publik pecinta sepak bola nasional, bila para pemilik suara dalam statuta akan terus tak diubah sesuai kebutuhan, maka sepak bola nasional memang akan terus menjadi "bancakan" mereka yang rakus seperti para elite politik kita. 

Di mana wakil suporter, wakil pengamat, dan stakeholder terkait yang selalu menjadi pendukung utama sepak bola nasional dalam peran serta menentukan langkah maju PSSI karena aturan pemilih suara hanya dikuasai oleh mereka. 

Jangankan pihak di luar sepak bola, anggota PSSI selain Klub Liga 1 saja, haknya dikebiri tak sesuai jumlahnya. Meski para anggota yang tidak diberikan hak suara juga sama-sama membayar iuran sebagai anggota PSSI. 

Sulit berharap ada revolusi, untuk pengurus baru mendatang, karena 96 suara yang sudah ditentukan, tentu sudah bemain sandiwara ala mafia sejak sekarang. 

Siapa yang membayar siapa, lalu siapa pemenangnya, karena PSSI yang mewakili rakyat Indonesia tetap hanya milik 96 suara. Siapa yang dapat diharapkan mendobrak lahirnya amandemen statuta PSSI khusus pasal 23 ini? Sadarlah publik sepak bola nasional, pasal 23 Bab IV Statuta PSSI adalah bian keladi mengapa sepak bola nasional terus terpuruk dan hanya menjadi sarang mafia. Mau bagaiamana? 

Bila revisi UU KPK oleh DPR justru melemahkan KPK dan demi menyelamatkan para koruptor. Sebaliknya, pasal 23 Bab IV Statuta PSSI 2018 bila tak diamandemen, akan terus menguntungkan orang lama dan mafia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun