Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Niat berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemakzulan Hanya untuk Pejabat Korup

6 Oktober 2019   07:49 Diperbarui: 6 Oktober 2019   08:03 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Apakah gegara tokoh-tokoh elite partai kolasi pemerintah begitu gencar menyerukan, membisiki, memberi masukan, hingga hal lain yang terkesan menakut-nakuti agar Presiden Jokowi tidak menerbitkan Perppu KPK, membuat presiden hingga saat ini tak kunjung terbitkan Perppu KPK? 

Seperti tersiar di berbagai media massa berbagai cara dan upaya telah dilakukan oleh elite politik khususnya partai koalisi pendukung pemerintah dengan terus menahan Presiden agar tidak menerbitkan Perppu hingga pada ujungnya muncullah kata "pemakzulan". 

Munculnya kata tersebut sangat nampak sengaja diapungkan sebagai bagian dari skenario "mereka" bahwa pengesahan revisi UU KPK pada 17 September benar-benar karena inisiatif DPR atau memang Presiden juga turut andil atau jangan-jangan pengesahan justru ide presiden sendiri karena "sesuatu hal". 

Karenanya, para elite partai politik ini mau menyelamatkan Jokowi agar tidak salah langkah dan jalan, hingga muncullah kata pemakzulan. Setelah kata pemakzulan, entah upaya apalagi yang akan dilakukan oleh para elite partai politik ini, demi menghadang Jokowi tidak menerbitkan Perppu. 

Sayangnya, rakyat sangat paham, bahwa berbagai upaya elite partai politik juga termasuk oleh para anggota dewan dalam mencegah Jokowi menerbitkan Perppu jelas-jelas hanya akal-akalan mereka saja agar mereka dan koleganya, khususnya orang-orang partai baik yang duduk di DPRD, DPR, pejabat pemerintahan, hingga pemimpin daerah selamat dari kejaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena faktanya, mereka-mereka inilah biang dari pelaku korupsi di Indonesia. 

Tak pernah berterima kasih dan mementingkan kepentingan sendiri, sudah menerima gaji besar dengan tunjangan wah, namun tetap rakus mengendus dan menilep uang rakyat dengan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). 

Apesnya lagi, ada juga sandiwara pejabat pemerintah daerah yang sengaja memviralkan slip gajinya, karena kecil. Namun, siapa rakyat tidak tahu, bahwa meski gaji di slip kecil, namun pendapatan sampingan pejabat ini berlipat-lipat. 

Ketika slip gajinya viral tersebar di media sosial dan media massa, pejabat ini justru berujar bahwa, hal itu tidak masalah, karena ia ingin Presiden tahu bahwa gajinya memang kecil.

Sejatinya, gaji kecil atau gaji besar, mereka toh tetap juga ada pendapatan sampingan, tetap pula melakukan praktik KKN, tidak pernah ada kapoknya, karena mereka juga dituntut oleh keadaan. 

Wajib mengembalikan modal kampanye, setoran ke partai yang mengusungnya, dan setoran hutang lainnya yang wajib ada. Akibatnya, saat revisi UU KPK belum disahkan, dan sudah banyak mendapat penolakan dari kalangan akademisi dan pengamat, DPR dengan persetujuan Presiden, tetap memaksakan mengetuk palu pengesahan. 

Drama kongkalikong DPR (Legislatif) dengan Presiden (Eksekutif), sudah sangat jelas terbaca dan telah pula dicegah oleh segenap rakyat Indonesia. 

Namun, mereka tetap pura-pura tak menganggap dan terus melakukan aksinya, seperti negeri ini milik mereka sendiri. Akhirnya, mereka juga kelimpungan ketika gelombang demonstran turun ke jalan. 

Bukannya menyadari, malah mengedepankan polisi sebagai tameng yang pada akhirnya jatuh korban. Buntutnya, atas segala kegelisahan mereka, terus dicari celah agar Perppu tidak terbit. Sebab, bila Perppu terbit maka, celakalah mereka semua. 

Rakyat perlu tahu dan memahami, bahwa pemakzulan atau impeachment adalah sebuah proses dari sebuah badan legislatif yang secara resmi menjatuhkan dakwaan terhadap seorang pejabat tinggi negara. 

Pemakzulan juga bukan selalu berarti pemecatan atau pelepasan jabatan, namun hanya merupakan pernyataan dakwaan secara resmi, mirip pendakwaan dalam kasus-kasus kriminal, sehingga hanya merupakan langkah pertama menuju kemungkinan pemecatan. 

Bila ada pejabat akan dimakzulkan, ia harus menghadapi kemungkinan dinyatakan bersalah melalui sebuah pemungutan suara legislatif, yang kemudian menyebabkan kejatuhan. 

Sementara, brdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 7A, pemakzulan presiden terdiri atas enam syarat. Diantaranya,  Presiden hanya dapat dilengserkan jika terbukti melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, perbuatan tercela, tindak pidana berat lainnya, dan terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. 

Nah, mengeluarkan Perppu demi menyelamatkan uang rakyat dan membela kepentingan rakyat apakah ada dalam syarat tersebut. Justru yang lebih tepat adalah para elite partai yang menjadi anggota dewan atau pejabat negara yang malah sering melakukan pelanggaran sesuai pasal 7A UUD 45. 

Segeralah Bapak Presiden, terbitkan Perppu, jangan sampai menunggu rakyat demonstrasi dan anarkis karena ada yang memanfaatkan situasi. Jangan pula mendramatisir penumpang gelap demonstrasi adalah skenario pihak oposisi, sebab bukan mustahil, ini juga permainan mereka agar rakyat percaya bahwa rusuh dan anarkis selalu dari pihak yang menentang pemerintah dan DPR. Gampang ditebak, tidak repot. NKRI milik rakyat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun