Apakah gegara tokoh-tokoh elite partai kolasi pemerintah begitu gencar menyerukan, membisiki, memberi masukan, hingga hal lain yang terkesan menakut-nakuti agar Presiden Jokowi tidak menerbitkan Perppu KPK, membuat presiden hingga saat ini tak kunjung terbitkan Perppu KPK?Â
Seperti tersiar di berbagai media massa berbagai cara dan upaya telah dilakukan oleh elite politik khususnya partai koalisi pendukung pemerintah dengan terus menahan Presiden agar tidak menerbitkan Perppu hingga pada ujungnya muncullah kata "pemakzulan".Â
Munculnya kata tersebut sangat nampak sengaja diapungkan sebagai bagian dari skenario "mereka" bahwa pengesahan revisi UU KPK pada 17 September benar-benar karena inisiatif DPR atau memang Presiden juga turut andil atau jangan-jangan pengesahan justru ide presiden sendiri karena "sesuatu hal".Â
Karenanya, para elite partai politik ini mau menyelamatkan Jokowi agar tidak salah langkah dan jalan, hingga muncullah kata pemakzulan. Setelah kata pemakzulan, entah upaya apalagi yang akan dilakukan oleh para elite partai politik ini, demi menghadang Jokowi tidak menerbitkan Perppu.Â
Sayangnya, rakyat sangat paham, bahwa berbagai upaya elite partai politik juga termasuk oleh para anggota dewan dalam mencegah Jokowi menerbitkan Perppu jelas-jelas hanya akal-akalan mereka saja agar mereka dan koleganya, khususnya orang-orang partai baik yang duduk di DPRD, DPR, pejabat pemerintahan, hingga pemimpin daerah selamat dari kejaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena faktanya, mereka-mereka inilah biang dari pelaku korupsi di Indonesia.Â
Tak pernah berterima kasih dan mementingkan kepentingan sendiri, sudah menerima gaji besar dengan tunjangan wah, namun tetap rakus mengendus dan menilep uang rakyat dengan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).Â
Apesnya lagi, ada juga sandiwara pejabat pemerintah daerah yang sengaja memviralkan slip gajinya, karena kecil. Namun, siapa rakyat tidak tahu, bahwa meski gaji di slip kecil, namun pendapatan sampingan pejabat ini berlipat-lipat.Â
Ketika slip gajinya viral tersebar di media sosial dan media massa, pejabat ini justru berujar bahwa, hal itu tidak masalah, karena ia ingin Presiden tahu bahwa gajinya memang kecil.
Sejatinya, gaji kecil atau gaji besar, mereka toh tetap juga ada pendapatan sampingan, tetap pula melakukan praktik KKN, tidak pernah ada kapoknya, karena mereka juga dituntut oleh keadaan.Â
Wajib mengembalikan modal kampanye, setoran ke partai yang mengusungnya, dan setoran hutang lainnya yang wajib ada. Akibatnya, saat revisi UU KPK belum disahkan, dan sudah banyak mendapat penolakan dari kalangan akademisi dan pengamat, DPR dengan persetujuan Presiden, tetap memaksakan mengetuk palu pengesahan.Â
Drama kongkalikong DPR (Legislatif) dengan Presiden (Eksekutif), sudah sangat jelas terbaca dan telah pula dicegah oleh segenap rakyat Indonesia.Â