WAKTU terus berjalan. Sejauh hampir 40 tahun. Seiring putaran roda kehidupan. Tentu banyak perubahan yang terjadi. Bukan hanya fisik. Tapi juga lingkungan, sosial, dan budaya.
Satu hal tiba-tiba membuncah. Kerinduan akan teman-teman lama. Teman seangkatan SMU 30 Jakarta. Sejak lulus tahun 1988, saya tak pernah bertemu. Hingga saat ini. Benar-benar lost contact.
Dalam tiga hari terakhir, saya memanjat facebook (FB). Tapi, lupa password. Maklum, saya sudah meninggalkan dunia maya. Sekitar 10 tahun yang lalu. Pasif.
Dulu, saya 'dipaksa' punya FB. Kantor beralasan: untuk share berita. Promosi gratis dan efektif. Bisa menjangkau dunia. Benar juga.
Entah kenapa. Sepulang liputan Piala Eropa 2008 di Swiss-Austria, alamat email saya terblokir. Sejak itu saya tak lagi mengintip FB. Padahal denyut manfaatnya luar biasa. Bukan hanya untuk share berita, tapi juga jalin bersahabatan.
Saya kenal Eric Bochmann dari Jerman lewat FB. Dia yang membantu saya saat liputan sepakbola Piala Dunia 2006 di Jerman. Selama 40 hari.
Pertemanan saya dengan Lea Bosshart  juga dari dunia maya. Betapa ramahnya Lea Bosshart ketika menyambut saya di Zurich. Ketika itu, saya ditugaskan kantor meliput Piala Eropa 2008 di Swiss-Austria.
"Kamu dari Indonesia? Saya Lea yang kamu tunggu," sapanya saat menjemput saya di stasiun kereta Zurich.
Kini saya mencoba utak-atik password FB lama. Â Akhirnya berhasil. FB saya kembali terbuka. Satu langkah telah saya lalui.
Berikutnya, saya meneropong nama sekolah. Saya melihat nama Fajar Salim. Tak ada perubahan drastis dari sosoknya. Dia teman sebangku saya di kelas 1-7 SMU 30 Jakarta.
Saya pun berkirim pesan: "Apa kabar bro, masih kenal?"
Dua hari berselang, Fajar memberi jawaban. "Surya, anak 30, teman sekelas. Pastilah gw kenal," jawab Fajar.
Sambil kejar deadline, saya chatt dengan Fajar. Tak lama berselang Rai Renaldi juga menjawab pesan saya: Bro...ente dimana sekarang?
Rai adalah ketua kelas kami di sekolah. Suaranya paling nyaring. Rajin olahraga basket. Enerjik. Baik hati dan tidak sombong. Dia cucu dari dr Johannes Leimena, Menteri Kesehatan RI ke-3 (1955-1956).
Kami anak-anak kelas 1-7 pernah liburan di rumahnya, di Bali. Pagi bangun tidur disiapkan sarapan. Mobil plus driver chuus mengantar ke tempat wisata. Setiap hari, selama satu minggu di Bali.
Saat kuliah, Rai sering mampir ke kosan. Kami tidak satu kampus. Rai kuliah di Universitas Pancasila. Saya mengambil jurnalistik di IISIP, Lenteng Agung. Jaraknya berdekatan. Kebetulan, saya satu kos dengan teman-teman Rai.
Keseruan, kegilaan yang pernah kami lakukan bersama, tentu menjadi kenangan menyenangkan. Andai doraemon bukan cerita fiktif, tentu saya meminta bantuannya untuk dikembalikan ke masa remaja. Seperti lagu Koes Plus. Masa remaja, masa yang paling indah.
"Ntar gw masukin WAG's Grast 30 ya, adminnya Novian," kata Rai.
Grast 30 singkatan dari Gerakan Anak Satu Tujuh. Total 25 anggota. Belum semua teman sekelas terjangkau. Tapi sudah lebih dari 50 persen. Admin grup ada 4 orang. Lidya Marvira, Moh. Iwan, Novian dan Novi.
"Nama itu dibuat waktu kita masih sekolah. Tapi, WAG's dibuat 10 September 2015," kata Mutia Susanti, idola saya ketika SMA.
Ternyata Grast 30 sudah beberapa kali reuni. Di tengah kesibukan masing-masing, mereka masih menyisihkan waktu untuk silaturahim. Sungguh, luar biasa.
"Assalamualaikum Wr.Wb. Salam sejahteraha buat kita semua. Salam sehat. Saya Suryansyah, pasti ada yg inget dan tidak. Terima kasih dimasukkan di grup ini ketika kita memasuki usia senja. Semoga grup ini bisa mengikat tali silaturahim sesama kita," saya mengawali percakapan di Grast 30.
"Met join sur," balas Novi.
"Welcome Jurnlias!," timpal Rai.
Novian menyambut dengan menanyakan kabar. "welcome bro..tlg di upload kegiatan krmen di liputan lo yah." Saya hanya membalas dengan tawa.
Amelia ikut bicara. Tapi, dia mengaku lagi sibuk ngurus suami. "Semalem an kmrn Jln mkn sama dia terus Ngurus obatnya yg ketinggalan di Jerman .. jd konsultasi dulu sm  adik yg dokter.
Saya mendoakan semoga suami Amelia cepat sehat dan dapat beraktivitas kembali.
Seru-seruan mulai bertauran. Mulai dari kenangan bermain sepakbola, liburan ke Bali hingga roman picisan.
"Striker handal yg gw inget Rai dan Surya. Kiper terbaik Widhi. Bek terkuat gak ada laen cuma binyo," ujar Moh. Iwan.
Memori saya diuji dengan kiriman foto. Tentu tidak mudah. Apalagi foto-foto terkini. Widhi dan Lidya mengirim foto reuni. Wajahnya tentu berubah. Dulu masih unyu-unyu. Sekarang mungkin sudah ada yang punya cucu.
Hanya beberapa yang masih saya kenali. Celakanya, saya tak mengenali wajah idola saya, Mutia Susanti. Â Iwan meledek sambil memberi jawaban nama-nama di foto itu setelah saya menyerah untuk menjawab.
"Dasar nebak gitu aja susah bgt kayak kakek-kakek," canda Lidya.
Bisa jadi. Cepat atau lambat saya akan punya cucu. Tapi, semua ada waktunya.
Semoga WAG's Grast 30 jadi tali silatuharim dan obat pelepas rindu. Saya percaya mempererat tali silaturahmi juga bisa bikin panjang umur.
Silaturahmi mampu menyambungkan apa-apa yang putus. Oleh karena itu, silaturahmi memiliki keutamaan atau manfaat yang luar biasa.*
Suryansyah
Warga Depok Paling Pinggir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H