Saya berharap gugur di sesi kedua. Nama saya dislot paling bawah di antara para balon. Sesuai alfabet. Panitia tidak salah. Saya justru senang. Harapannya warga pilih nama paling atas. Atau urutan 1-4. Itu pikir saya secara teori empiris.
Ternyata teori saya meleset. Hasil tahap kedua, saya tetap di puncak. Suara terbanyak 33. Balon berikutnya 11 suara. Balon ketiga 10 suara. Balon keempat dapat 8 suara. Mati Belanda...!
Saya terjaga tak bisa tidur. Pikiran melayang tak karuan. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada warga yang memilih. Tapi menurut saya, mereka keliru jatuhkan pilihan kepada saya. Apalagi jika hanya melihat profesi saya sebagai wartawan. Segalanya serba mudah dengan wartawan. Ini tidak benar.
Penulis kondang Mark Queen mengatakan: Hanya dua hal yang mampu menyinari dunia. Pertama sinar matahari dan kedua pers.
Saya ingin mengatakan: biarkan pers atau wartawan menjalankan fungsi kontrol dan sosial. Dia membangun lingkungan lewat karya tulisannya. Bisa bersifat masukan maupun kritik yang konstruktif.
Sesuai Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 3: Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Jadi jangan berikan wartawan masuk dalam lingkaran. Lingkaran yang melemahkan jari-jarinya yang kritis. Jika itu terjadi, bukan mustahil erosi dalam kontrol sosialnya. Kecuali aktivitas pada organisasi profesinya.
Sekali lagi, saya bukan pilihan. Izinkan saya menikmati dunia saya. Dengan sentuhan jari-jari ini untuk memberi warna. Saya akan mendukung siapapun yang kelak terpilih jadi Ketua RT.
Selamat berdemokrasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H