Keukehnya aturan panitia seperti tembok Cina. Sulit diruntuhkan. Tak bisa ditawar. Uang sekoper pun tak bikin silau.
Aturan yang bikin deg-degan bunyinya begini. KEPUTUSAN:
* Balon yang terpilih akan menjadi kandidat pada pemilihan Ketua RT.
* Hasil dari tahap ini bersifat mutlak dan mengikat, panitia tidak menerima keberatan atau alasan apapun jika sudah terpilih sebagai balon.
Alamaaak... ngeri kali butir kedua itu. Landasan hukumnya memang tidak ada. Sangat lemah jika dikaitkan dengan hukum tata negara. Saya tak menggugat.
Anggap saja ini lucu-lucuan. Â Hibur hati yang 'nyer-nyeran'. Biarkan demokrasi berjalan. Tapi, bagaimana jika seseorang terpilih nanti tidak memiliki kemampuan manajerial? Pun secara mental tidak siap jadi pemimpin di lingkunganya? Biarlah alam yang menjawab. Pastinya, saya tak punya persyaratan itu.
Tahap pertama berjalan mulus. Setiap kepala keluarga punya satu suara. Peserta memilih sesama blok (misal sektor F1) dan lintas blok (F2 dan seterusnya).
Pemilihan secara online dan offline. Link menggunakan Google form. Aturan main diberikan panitia lewat grup Wag.
Hasilnya untuk menentukan 10 suara terbanyak. Kemudian tahap kedua. Juga online. Offline bagi warga yang tak sempat buka HP. Dari 10 besar disaring jadi 4 besar suara terbanyak.
Tahap pertama saya dapat suara terbanyak, 22. Bukan senang. Justru bikin meriang. "Boro-boro ngurus warga, urus keluarga saja susah," protes istri saya diamini anak-anak.