Tentu saya terkejut. Beberapa hari sebelumnya, putri kedua saya itu, jadi Relawan Vaksin di GBK Senayan. Penyelenggaranya Mabes TNI di Jakarta. Saya menuangkan ceritanya di kompasiana dengan judul: Papski, Aing Jadi Relawan!
"Hebat...mulia banget anak ente. Semoga dia sehat selalu. Diingetin terus agar makan yang banyak sama doping vitamin," kata Amirudin, salah satu pengurus Intani.
Zahra merasa bangga jadi relawan. Dia berharap dapat pengalaman. Mumpung  liburan kuliah. Kalau di rumah melulu katanya 'gabut' (boring).
Tapi, sebagai orang tua, saya justru deg-degan. Situasinya yang mengkhawatirkan. Sejak 3 - 20 Juli 2021, pemerintah memberlakukan PPKM Darurat. Bahkan diperpanjang hingga 25 Juli.
Kebijakan ini ditempuh untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Hari ini Covid-19 di Indonesia lagi tinggi-tingginya. Bulan lalu, Indonesia di peringkat 18 dunia kasus tertinggi Covid-19. Amerika dan India bersaing di puncak. Kini, Indonesia melonjak ke posisi 14.
"Tenang Papsky, aing tetap jaga prokes. Aing butuh pengalaman sebelum terjun langsung sebagai perawat," argumentasi Zahra meyakinkan saya.
Saya tak bisa membantah argumentasinya. Saya memberinya izin. Saya hanya berpesan hati-hati. Risikonya sangat tinggi. Karena berhadapan dengan orang banyak. Bahkan mereka yang terkonfirmasi Covid-19.
Pengalaman berharga dipetik Zahra. Dia bersama temannya Monica ditugaskan di Tangerang Selatan. Matahari masih malu-malu menampakan diri, mereka sudah tancap gas motor.
Zahra dan Monica dihadapkan manula yang tak berdaya. Pria berusia 80 tahun itu dilaporkan terjatuh. Mereka berdua berlari dari posko menuju rumahnya. Setelah mendapat laporan dari keluarganya.
Zahra dan Monica diminta memastikan kondisi pasien. Setidaknya untuk mendapatkan pertolongan pertama. Tapi, terlambat. Manula tersebut sudah tak bernyawa ketika mereka tiba di rumahnya.
Secara medis, Zahra mengaku, dokter yang berhak menyatakan pasien itu masih bernyawa atau tidak.