Sesekali teriakan orang mabuk. Mereka menari dan bernyanyi. Tersembur 'bau naga' dari mulutnya. Tidak 'rese' seperti warga +62. Pihak keamanan selalu siaga.
Malam yang pendek itu terekam dalam kepala. Lalu saya tuangkan lewat sebuah tulisan. Semalam di Kota Zurich.
Paginya saya menyisir kota mencari cafe internet. Tidak jauh dari stasiun. Sambil cari sarapan. Ternyata baru buka pukul 10.00. Kereta ke Geneva pukul 12.30. Masih terkejar!
Tapi, gara-gara 50 CHF bikin saya kurang mood. Saya masih tidak habis pikir. Apa karena saya orang asing, jadi 'diketok'. Dianggap banyak uang. Mungkin sama halnya perlakuan orang kita terhadap turis. Main ketok harga. 'Aji mumpung'.
Ya sudahlah. Saya ambil hikmahnya. Ini pengalaman berharga. Â Mestinya saya tanya dulu sebelum duduk. Kalau tahu harganya mahal, pasti saya cari tempat lain.
Rasa nyesak itu tak mengurungkan perjalanan saya ke Zenewa. Jarak tempuh sekitar 4 jam. Masih bisa nonton pertandingan Portugal vs Turki. Kick-off pukul 19.45 waktu setempat.
Saya sadar tingkat kehidupan di Swiss memang tinggi. Semua serba mahal. Tak ada yang murah. Lemon tea ukuran botol medium di Jakarta harganya sekitar Rp 3.000, di Swiss maupun Austria banderolnya 3 CHF kalau dikurs sekarang sekitar (Rp 45.200). Air mineral pun harganya sama.
Untungnya, naik kereta antarkota atau lintas negara Swiss-Austria, gratis. Saya cukup perlihatkan 'kartu sakti' ID Card Press yang dikeluarkan UEFA. Federasi Sepakbola Eropa. Kalau tidak, hmmmm... bisa jebol kantong.
Tapi, kekecewaan saya terobati di Geneva. Saya bertemu Humberto Manuel Jesus Coelho. Dia mantan pelatih Portugal periode 1997-2000.Â
Pria yang dulunya berkumis kini berdandan klinis. Bersih, rapi, dan dendy. Maklum, sekarang jadi komentator salah satu televisi Portugal.
Dia dengan ramah bersedia menjawab pertanyaan yang saya ajukan. Beberapa pemain Portugal seperti Pepe dan Ricardo Carvalho serta pemain Turki berhasil saya korek komentarnya setelah pertandingan. Saya mencegatnya di mixed zone.