Final Aspac vs tim Cina yang diproyeksikan untuk Asian Games 1994 Hiroshima. Posturnya tinggi besar. Secara skill dan teknik di atas rata-rata.
Awalnya Momon- sapaan Abdurhman Padang-- menurunkan dua pemain asing. Tapi melihat lawan terlalu tangguh, semua pemain lokal ditarik ke bench. Aspac akhirnya keluar sebagai juara. Skor akhir saya lupa.
Kami pulang ke Jakarta dengan senang. Kehidupan normal kembali dimulai. Berangkat pagi pulang dini hari. Kadang melanjutkan bikin berita dari kos-kosan hingga tertidur di atas mesin ketik.
SEA Games Chiangmai, Thailand 1995 tugas yang tidak ringan. Â Kantor hanya mengirim saya sendiri. Melelahkan itu pasti. Lebih dari 40 cabang olahraga dipertandingkan.
Butuh perhitungan matang. Butuh strategi jitu dalam liputan. Tiap hari harus cermat membaca jadwal pertandingan dan menghitung peluang medali. Berpacu melawan waktu dan jarak antar venue juga wajib. Manajemen waktu jadi kata kunci.
Tidur pasti tak pernah nyaman. Bahkan saya pernah bermalam di MPC (Main Press Center). Pulang pagi ke hotel cuma ganti baju. Mata masih sepet, langsung liputan. Sialnya kalau dapat liputan yang jaraknya jauh dan Indonesia berpeluang meraih emas. Kejar..!
Rendang selalu jadi andalan saat tugas keluar negeri. Termasuk saat saya meliput Piala Eropa 2004 di Portugal, Piala Dunia Jerman 2006, Piala Eropa 2008 di Swiss dan Austria serta Piala Eropa 2012 di Ukraina dan Polandia serta tugas lainnya.
"Rendang, Anda pasti dari Indonesia. Saya suka," begitu wartawan bule menyapa saat saya makan di tengah liputan.
Rendang dan rokok acap jadi perantara perkenalan dengan wartawan asing. Dari sana saya dibantu wartawan Belanda bertemu legendaris Johan Cruyff di Stuttgart. Ketika itu saya mengintip timnas Belanda latihan.Â
Saya juga sempat wawancara dan foto  bersama Ruud van Nistelrooy, Arjen Robben dan pemain lainnya. Bahkan legendaris Marco van Basten yang saat itu melatih De Oranje di PD 2006 Jerman.Â
Tentu ini semua karena kemauan, kesempatan dan kepercayaan. Vespa pink dan rendang akan tetap terkenang. *