Tapi bukan Pentagon markas besar Departemen Pertahanan AS yang dibangun pada saat Perang Dunia II. Ini Pentagon kongkow-kongkow Kelompok 3 jurnalistik angkatan 1989.
Bahkan tulisan Maradona dan Doping itu yang mengantar saya kenal dengan Jois, wanita Manado yang ujuk-ujuk bersurat kepada saya.
Belakangan saya tahu, dia ingin kenalan karena tulisan saya. Tulisan pertama, penggemar pertama. Semangat menulis makin bergairah.
Cita-cita saya sederhana: anak Betawi yang ingin keliling nusantara. Perlahan tapi pasti. Allah memberi saya jalan. Saya dipercaya dan mendapat kesempatan dari pimpinan. Bahkan hingga menyentuh bibir Asia dan Eropa. Sekali lagi, ini hanya karena kesempatan dan kepercayaan.
Tentu prosesnya panjang. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bermodal mesin ketik, jari-jari ini menari hampir setiap hari. Pagi, siang bahkan malam.
Dulu belum ada komputer. Banyak sekali kertas HVS lecek di tempat sampah. Salah sedikit, langsung saya sobek, dan buang. Mesin bermerek Royal itu acap saya bawa ketika tugas liputan keluar kota.
*
Vespa pink terus mengukur jalan, meski kadang tanpa tujuan. Tapi itulah kehidupan, harus terus berjalan. Roda terus berputar.
Pada 1993 saya mendapat tugas meliput Basketball Merlion Cup di Singapura. Indonesia diwakili tim Aspac. Ketika itu tim Aspac dilatih Abdurrahman Padang dan manajer Irawan Haryono.
Aspac di antaranya diperkuat pemain nasional AF Rinaldo, Mohamad Rifky, Tri Adnyana Adiloka, Fictor Roring, dan Suko Waluyo.
Lima pemain negro juga diangkut. Bobby Parks yang pernah bermain di NCAA jadi bintang lapangan. Draft NBA 1984 ini juga pernah bermain di liga profesional Filipina.