TIGA minggu di Brunei Darussalam sungguh membosankan. Jauh berbeda dengan negara ASEAN lainnya yang pernah saya kunjungi. Di 'Negeri Orang Kaya' ini terasa hambar. Tak ada kehidupan!
Saking kayanya, mata uang dari berbagai negara yang lecek pun masih laku ditukar di Money Changer. Berbeda dengan di negara kita. Kusam sedikit ditolak Money Changer. Makanya saya tak pernah masukan uang asing di dompet.
Selepas liputan SEA Games Brunei 1999, kepala terasa penat. Tapi, jangan harap dapat tempat hiburan. Bioskop saja tak ada. Apalagi karaoke. Paling 'banter' ke Mall. Bosan...!
Satu-satunya jalan, menyeberang ke Serawak, Malaysia. Selesai dijamu makan siang oleh Sultan Brunei Hassanal Bolkiah di Istana Nurul Iman -- saya dan Hari Buhari, wartawan Pos Kota- tanpa banyak bicara langsung bergerak. Tas hanya berisi kamera dan paspor. Berangkat lewat darat, baliknya menyisir sungai. Malah lebih asik dan cepat.
"Sekalian liputan sisi lain dari kehidupan negeri tetangga. Di sana banyak tempat hiburan. Pasti banyak yang bisa kita tulis," dalih Hari Buhari.
Butuh waktu satu jam dari Bandar Seri Begawan ke Kuala Belait- perbatasan Brunei dan Malaysia. Dari sana dilanjutkan dengan naik boat (perahu motor) untuk menembus Kota Sarawakian Miri, Serawak. Sebelum naik perahu motor petugas imigrasi memeriksa paspor.
Melintasi Sungai Belait lebih menantang. Jalurnya pas-pasan. Kiri kanan masih banyak semak-semak seperti medan perang. Suara hewan saling bersahutan. "Kita seperti tour of duty (film perang Vietnam dan AS), seram juga ya hanya untuk cari hiburan," ujar Buhari yang sempat deg-degan.
Sekitar 30 menit tiba di tujuan. Tempat hiburan berjejer di sisi jalan. Tertata rapi dan bersih tempatnya. Banyak cafe dan arena 'permainan' orang dewasa. Masukan uang kertas di sebuah mesin, kita bisa melihat live adegan panas.
Tapi tidak seperti tempat hiburan di Jakarta yang banyak pengunjungnya. Kabarnya di sinilah masyarakat Brunei melepas penat tiap akhir pekan. Itu pun hanya mereka yang berkantong tebal. Butuh suasana berbeda.
Seorang wanita muda menyambut di bibir pintu masuk. Cukup ramah. Logat melayunya sangat kental. Kami memilih tempat di sudut. Supaya lebih nyaman berkomunikasi. Juga santai.
"Saya baru setahun bekerja. Di sini tuan bebas mau 'ngapain aja' yang penting happy," tutur wanita muda itu yang mengaku berasal dari Kalimantan.