tiga tombak berdiri
terbalut warangka indah
terpancang pada penopang
tiga bilah keris-pedang
masing-masing jadi pendamping
Sosok Tua Bijaksana
jubah putih ikat kepala
berkata ia kepada Sang Aditya di hadapan
"Kenali dua buah senjatamu
yang kau titipkan padaku dahulu
segagang tombak
sebilah keris-pedang"
Sang Aditya berbusana ksatria
serba putih
berwajah cahaya
pejam matanya
tenang napas membimbingnya
tangan kanannya memilih sepasang senjata
senyum terkembang di wajah Sosok Tua Bijaksana
lega
bahagia
sedikit saja salah
berbeda nanti alur cerita
sosok tua sangat sadar akan perannya pada kisah cerita episode ini
"Ini sepasang senjata yang dahulu dititipkan Ayahanda kepada Bapa sebelum saya mulai ngangsu kaweruh kepada Bapa. Saat saya masih sangat remaja."
Tombak dan keris-pedang berpindah tangan.
Sosok Tua menerima dengan khidmat.
"Terima tombak ini, Anakku."
Sosok Tua mengembalikan tombak kepada Sang Aditya.
Namun keris-pedang, bolehkah kuminta dan kuhadiahkan kepada muridku yang lain?"
Sang Aditya mengangguk takzim. Uluk salam ia sembahkan,
"Sendika dhawuh, Bapa"
Sosok tua itu tersenyum
Damai dan cerah wajahnya.
Angin bukit mengibarkan rambut putihnya yang tak digelung.
Deru samudra di bawah sana sayup-sayup terbawa angin.
Tipis.
Lirih.
Gerimis turun.
Riris.
"Di bawah bukit, sudah menunggu sebuah perahu kayu besar yang khusus dan sengaja kubuat untukmu, Anakku Aditya"
"Berlayarlah sejauh kau bisa tempuh. Tapi jangan pernah lupakan tempat ini, bukit ini.
Di sini lah tempatmu "kembali" nanti."
"Sampaikan kepada anak cucu keturunanmu, bahwa dari sini lah mereka berasal."
Selebihnya peluk haru.
Sang Aditya menegarkan diri untuk berlayar.
Sebentar lagi ia arungi kalamangsa yang baru.
Uninga saka ing Acala
5 Oktober 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H